Bisnis.com, BUENOS AIRES – Setelah satu dekade tumbuh, kini Argentina menghadapi kemerosotan perekonomian seiring dengan jatuhnya produksi industri dan mengalami inflasi tertinggi di dunia sehingga memukul belanja konsumen dan investasi.
Setelah meredanya krisis utang yang terjadi pada 2001-2003 lalu, perekonomian Argentina tumbuh teratur. Tahun lalu, perekonomian tumbuh 3% namun tertahan pada kuartal IV/2013, dan kemungkinan besar memasuki masa resesi pada awal tahun ini.
Bertahun-tahun lamanya kritik yang ditujukan pada kebijakan populis dan intervensionis Presiden Cristina Fernandez. Prediksi akan terjadinya resesi telah lama muncul.
“Kinerja kami buruk, namun devaluasi yang terjadi pada Januari membuat situasi lebih kritis,” kata bekas gubernur bank sentral Argentina, Rodolfo Rossi.
Devaluasi yang terjadi pada mata uang peso dan menanjaknya tingkat suku bunga pada Januari lalu telah melemahkan belanja konsumen. Pengeluaran masyarakat adalah pilar ekonomi Argentina yang membantu negara tersebut bertahan pada masalah-masalah perekonomian, seperti krisis keuangan pada 2009 lalu.
Langkah-langkah presiden Cristina dinilai memukul belanja dan mendorong ekonom merevisi pertumbuhan 2014.
Saat krisis utang, produksi industri Argentina mengalami kontraksi sebesar 4,4% pada 2001 namun tumbuh 10,9% pada tahun berikutnya. Setelah itu, perekonomian Argentina rata-rata tumbuh 6,2% per tahun.
Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya cadangan devisa Argentina dan dinilai dapat memicu kerusuhan sosial. Para ekonom menilai tingkat kemiskinan bahkan 5 kali lebih besar dari yang diperkirakan oleh pemerintah, yaitu sebesar 5%.
Ekonomi Argentina merosot di saat presiden Cristina akan mengakhiri masa jabatannya. Kondisi ini menimbulkan opini bahwa ia tidak akan berhasil memenangkan pemilihan umum tahun depan.