Bisnis.com, JAKARTA - Setelah gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kandas, tiga eks kurator PT Telekomunikasi Selular mengajukan gugatan baru di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Gugatan perbuatan melawan hukum kali ini dilayangkan terhadap Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, dan Telekomunikasi Selular (Telkomsel).
Salah satu dari tiga kurator, Edino Girsang, menerangkan gugatan ini diajukan karena UKP4 tidak pernah menanggapi surat mereka. Dalam suratnya, ketiga eks kurator ini menanyakan kebenaran adanya peringatan dari UKP4 terhadap Amir untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Kurator dan Pengurus.
“Tahun lalu, di televisi menteri mengatakan ada desakan dari UKP4 agar dia menerbitkan aturan baru untuk mengantisipasi kepailitan Telkomsel. Padahal, aturan itu bertentangan dengan Pasal 17 Ayat 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),” paparnya kepada Bisnis, Jumat (16/5/2014).
Seperti diketahui, Permenkumham tersebut mengubah beban pembayaran imbalan jasa kurator dari yang asalnya ditanggung bersama oleh kreditur dan debitur menjadi tanggung jawab pemohon pailit sepenuhnya.
Tindakan UKP4 yang tidak memberikan klarifikasi atas surat-surat para penggugat dipandang sebagai upaya menyembunyikan kebenaran.
Dalam berkas gugatan yang diperoleh Bisnis, pekan lalu, ketiga penggugat juga menilai Amir menerbitkan Permenkumham tersebut untuk membebaskan Telkomsel dari kewajiban membayar fee kurator. Beleid tersebut dipandang merusak tatanan hukum kepailitan Indonesia lantaran pembayaran imbal jasa mestinya ditentukan oleh hakim di pengadilan.
Adapun dalil perbuatan melawan hukum yang dilakukan Telkomsel adalah perusahaan telekomunikasi itu tidak pernah bersedia bernegosiasi dan membayar fee kurator. Anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk itu diklaim menolak bernegosiasi bahkan setelah Pasal 2 Ayat 1 Permenkumham Nomor 1 Tahun 2013 dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) pada Desember 2013.