Bisnis.com, PAMULANG — Berbeda dengan Badan Pusat Statistik Indonesia yang mengklaim jumlah pengangguran terbuka secara nasional turun menjadi 5,7%, BPS Provinsi Banten justru menyatakan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Banten meningkat 9,87% dari 9,63% periode tahun lalu.
Jumlah angkatan kerja pada periode Februari 2014 juga tercatat turun 66.852 menjadi 5.479.092 jiwa dari 5.545.944 orang pada periode yang sama tahun lalu. Jumlah pekerja pada periode ini juga turun sebanyak 73.675 menjadi 4.938.093 orang dari periode sebelumnya Februari 2013.
Dengan berkurangnya jumlah angkatan kerja pada periode Februari 2014, tingkat partisipasi angkatan kerja juga mengalami penurunan menjadi 66,47% dari 68,77% pada periode yang sama pada tahun lalu.
Dalam setahun terakhir hingga Februari 2014, hampir semua sektor ekonomi mengalami penurunan penyerapan pekerja kecuali pertanian, industri dan lembaga keuangan. Ketiga sektor ini masih mengalami peningkatan pekerja walaupun tidak terlalu signifikan.
“Penyerapan sektor pertanian walaupun naik, justru jumlah pengangguran di sektor ini paling banyak. Tenaga kerja di pertanian itu banyak, karena belum masa panen maka banyak yang menganggur,” kata Syech Suhaemi, Kepala BPS Provinsi Banten, Selasa (6/5/2014).
Menurutnya, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian masih jauh dari potensi sebenarnya, oleh karena itu, tingkat pengangguran menjadi meningkat. Meskipun begitu, Suhaemi meyakini untuk laporan di kuartal II/2014, tingkat pengangguran akan turun karena adanya masa panen.
Data BPS menunjukkan sektor perdagangan merupakan lapangan kerja dengan penyerapan terbanyak yakni 1.266.512 jiwa atau 25,65% dari total pekerja, disusul oleh sektor industri menyerap 22,04% dan sektor jasa kemasyarakatan menyerap 19,01% dari total pekerja di Provinsi Banten.
Berdasarkan identifikasi dua kelompok utama pekerja yakni formal dan informal, pekerja formal yang berstatus buruh dan karyawan secara keseluruhan pada periode Februari 2014 mendominasi sebanyak 60,87% dari total pekerja yakni 3.005.903 jiwa, naik 5,8% dari periode yang sama tahun lalu.
Banyaknya pekerja berstatus buruh dan karyawan terlihat dari penyerapan pekerja yang mayoritas berjenjang pendidikan SD ke bawah yaitu 37,74% dari total yang bekerja. Sementara untuk jenjang pendidikan Diploma dan pendidikan tinggi Universitas masing-masing 4,08% dan 10,52% dari total pekerja.
BPS Provinsi Banten mencatat jumlah pekerja berpendidikan rendah (di bawah sekolah menengah pertama mengalami penurunan, sedangkan pekerja dengan pendidikan Diploma mengalami kenaikan. Sedangkan, pekerja berpendidikan tinggi Universitas justru mengalami penurunan.
“Jumlah pekerja dengan pendidikan rendah turun karena sudah banyak penduduk Banten yang mengenyam sampai pendidikan Diploma dan Universitas, akhirnya jumlah pengangguran Universitas meningkat,” kata Suhaemi.
Karakteristik industri di Provinsi Banten, tuturnya, belum maksimal menyerap tenaga kerja lulusan sarjana. Hal itu juga terlihat dari indeks pembangunan manusia Provinsi Banten pada 2012 sebesar 71,49 jauh tertinggal dengan DKI Jakarta yakni 78,33 untuk periode yang sama.
Menurutnya, tingkat pengangguran Provinsi Banten berada di urutan ketiga teratas di Indonesia, setelah DKI Jakarta dan Aceh. Banyaknya kaum urban yang masuk ke Provinsi Banten menurutnya juga berkontribusi terhadap peningkatan jumlah pengangguran.
Selain itu, tingginya kenaikan upah buruh pada tahun lalu yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja di sektor industri, juga menjadi salah satu faktor peningkatan angka pengangguran di Provinsi Banten.
Dari segi tingkat pengangguran terbuka berdasarkan pendidikan, tingkat sekolah menengah pertama berada di urutan tertinggi dengan 15,22% diikuti oleh sekolah dasar ke bawah 10,97% dan sekolah menegah atas 10,44% dari total pengangguran.
Sementara itu, berdasarkan jumlah jam kerja, pekerja penuh yang bekerja di atas 35 jam per minggu, pada periode Februari 2014 sebanyak atau 80,98% dari total pekerja, sementara pekerja tidak penuh atau bekerja kurang dari 15 jam per minggu mengalami penurunan.