Bisnis.com, MANADO -- OJK Sulut, Gorontalo, dan Malut mendesak perbankan untuk gencar mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK).
Rasio intermediasi (loan to deposit ratio/LDR) perbankan Sulut masih berada pada kisaran 120%-130% per tahun akibat kesenjangan antara penyaluran kredit dan DPK.
FA. Purnama Jaya, Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan Sulut, Gorontalo, dan Malut mengatakan tingginya rasio LDR merupakan salah satu karakter perbankan di Sulut karena masyarakat lebih memilih memanfaakan pembiayaan dari pada menabung.
"Perbankan Sulut memang harus giat kumpulkan DPK karena rasio intermediasi masih di atas 100%," ujarnya di Manado, baru-baru ini.
Data OJK Sulut, Gorontalo, dan Malut menyebutkan bahwa DPK Perbankan Sulut hanya tumbuh tipis dari Rp17,58 triliun pada Februari menjadi Rp17,80 triliun pada Maret.
Jumlah DPK itu tidak jauh berbeda dengan pencapaian periode sebelumnya yakni pada Desember sebesar Rp17,38 triliun dan Januari sebesar Rp17,54 triliun.
Adapun, penyaluran kredit perbankan Sulut, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan dana yang dihimpun.
Rata-rata DPK yang berhasil dihimpun perbankan Sulut mencapai Rp23 triliun lebih.
OJK mencatat kredit perbankan Sulut pada Maret tumbuh 2% menjadi Rp23,54 triliun dari posisi pada bulan sebelumnya Rp23,10 triliun. Peningkatan itu terjadi karena berjalannya program relaksasi perbankan.
"Artinya ada dana dari luar yang masuk ke Sulut, kemudian ke sektor apa aja penyaluran kreditnya," paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bagian Pengawasan OJK Sulut Dwi Suharyanto menambahkan sektor komsumtif mendominasi pemanfaatkan kredit dengan share sekitar 60% dari total kredit yang disalurkan.
"Tidak banyak industri di Sulut jadi memang konsumsi menjadi besar," jelasnya.
Dwi menuturkan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan Sulut pada kisaran 3%.
Pasca banjir pada medio Januari, kredit bermasalah umumnya didominasi sektor industri pengolahan, konstruksi, dan konsumsi, sedangkan sektor industri relatif stabil karena usaha para debitur mulai berjalan normal.
"Sektor konstruksi dan industri pengolahan terganggu karena masalah transportasi, sedangkan konsumsi karena pemulihan pasca banjir," paparnya.