Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan sekitar 98 orang untuk dilatih menjadi petugas satuan perlindungan masyarakat (Linmas) yang akan disebar di kawasan lokasilasi Dolly usai penutupan pada Juni mendatang.
Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Soepomo mengatakan sebagian petugas linmas yang dilatih itu merupakan warga sekitar Dolly. Mereka nantinya bertugas menjaga ketertiban masyarakat, termasuk mencegah adanya praktik prostitusi lagi.
"Mereka dikirim ke Pemkot untuk dilatih, karena RW di sana butuh linmas untuk menjaga wilayahnya, dan semua linmas yang akan diplot kesana adalah laki-laki," katanya di Balai Kota Surabaya, Senin (21/4/2014).
Soepomo memastikan penutupan lokalisasi terbesar di Surabaya itu akan dilakukan pada 19 Juni 2014, dan pihaknya berharap dana untuk rehabilitasi Dolly segera turun sebelum target penutupan. Adapun anggaran yang diajukan kepada Kementerian Sosial yakni digunakan untuk modal usaha bagi sekitar 1.080 PSK.
Dia menjelaskan para pekerja seks komersil (PSK) Dolly akan memperoleh bantuan modal sebesar Rp5,05 juta/orang, sedangkan mucikari mendapat Rp5 juta/orang.
"Kemarin Bu Wali berkoordinasi dengan Kemensos terkait pendanaan dan untuk memastikan bahwa sebelum tanggal itu, dana sudah siap. Sekitar 2 hari lalu dana yang diverifikasi adalah untuk 370 PSK, tapi berapa anggaran pastinya masih sedang dihitung," jelasnya.
Kekhawatiran adanya PSK yang tetap beredar di jalan, di hotel maupun di panti pijat setelah penutupan, kata Soepomo, Pemkot Surabaya akan terus melakukan pemantauan atau razia-razia.
Sementara, jika PSK yang sudah dikembalikan ke daerah asalnya, tetapi tetap melakoni pekerjaan sebagai pekerja seks, maka hal itu menjadi tugas masing-masing daerah dalam menertibkan wilayahnya.
"Kalau ada yang pindah ke hotel atau panti pijat misalnya, pemkot tidak segan untuk mencabut izin usaha hotel dan pijat tersebut, karena itu sudah penyalahgunaan izin," ujarnya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya Muhammad Machmud menilai penutupan lokalisasi itu sangat istimewa lantaran para pelakunya mendapatkan modal.
“Ini perlakukan khusus bagi mucikari dan PSK. Pedangan kaki lima saja yang orang Surabaya atau bukan saat dipindahkan tidak dikasih pesangon. Malah mereka [PSK] yang sebagian besar bukan orang Surabaya justru mendapat uang," katanya.
Untuk itu, lanjut Machmud, jika nanti lokalisasi tersebut sudah resmi ditutup, maka diharapkan tidak ada gejolak maupun penolakan dari warga, PSK maupun mucikari.