Bisnis . com, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra mengatakan Mahkamah Konstitusi sudah menjadi penakut karena sudah tidak berani menafsirkan UUD 1945.
Pernyataan tersebut menyusul putusan MK yang menolak memberikan putusan atas salah satu poin permohonan uji meteri UU Pemilihan Presiden yang diajukan Yusril.
Yusril, dalam permohonannya, meminta MK untuk menafsirkan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 tentang hak mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Ayat tersebut menyatakan ‘pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum’.
Yusril berpendapat pernyataan itu menjadikan seluruh partai politik yang telah dinyatakan KPU sebagai peserta pemilu berhak untuk mengajukan pasangan capres tanpa persyaratan lebih lanjut.
Namun, putusan MK no. 108/2013 yang dibacakan hari ini (20/3) menyatakan MK tidak berwenang untuk menindaklanjuti permintaan penafsiran dari Yusril karena tidak berkaitan dengan konstitusionalitas sebuah UU.
Yusril mengatakan penolakan MK menunjukkan lembaga pengawal konstitusi tersebut telah kehilangan keberanian untuk menjalankan kewenangannya menafsirkan UUD 1945.
“Yang mengatakan penafsir UUD kan dia sendiri. Sekarang ketika saya mohon, dia bilang tidak berwenang menafsir. Saya pikir MK ini sudah jadi penakut,” katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/3/2014).
Dia yakin bunyi Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 jelas menunjukkan bahwa setiap partai politik berhak mengajukan pasangan capres dan wapres. Keputusan MK tersebut, menurutnya, berarti MK membiarkan pelanggaran terhadap konstitusi.
MK juga dinilai tidak konsisten karena membiarkan penundaan pelaksanaan pemilu serentak meski telah menyatakan pasal-pasal yang menjadi dasar hukum pemilu terpisah tidak konstitusional.
“Tapi yang penting bahwa saya sudah mengingatkan, kalau nanti di masa depan presiden baru tidak konstitusional itu menjadi tanggung jawab MK,” kata Yusril.