Bisnis.com, SINGAPURA--Morgan Stanley memperkirakan melemahnya nilai mata uang China menyebabkan investor melakukan aksi lindung nilai secara terstruktur pada produk yuan dengan total sekitar US$150 miliar sebelum terjadi pelebaran perdagangan yang mengancam volatilitas lebih besar.
Pembayaran bunga ekstra untuk pemberi pinjaman yuan 1-tahun dengan swapantara mata uang merosot lebih dari 1,5% dalam 8 bulan terakhir dan turun ke level terendah dalam 2 tahun menjadi 1,02% pada 24 Februari. Hal ini mencerminkan peningkatan permintaan pada dolar.
“Gabungan pelebaran akan menimbulkan aspek negatif pada mata uang yang lebih besar dan banyak klien harus menanggung kerugian yang lebih luas dan tanpa batas,” kata Dariusz Kowalczyk, Ahli Stretegi Credit Agricole CIB di Hong Kong, pada Senin (17/3/2014).
Menurutnya, pihak yang sebagian besar tidak melakukan lindung nilai adalah usaha kecil dan menengah.
Lebih dari 50.000 perusahaan mengalami kesulitan pada 5 tahun yang lalu, ketika perdagangan derivative di China, Korea Selatan, India, Indonesia, Brasil, Meksiko dan Polandia hancur karena mata uang lokal tiba-tiba anjlok selama krisis keuangan global, yang menyebabkan kerugian sekitar US$30 miliar.
Keadaan yang tidak menentu dapat menambah beban perusahaan dan manajer investasi dalam suatu perekonomian yang diperkirakan tumbuh pada fase terlambat dalam 24 tahun, karena pemerintah China sedang memecahkan masalah utang yang dijadikan tenaga untuk investasi.
Perdagangan yuan di Hong Kong pada Senin (17/3/2014) mencapai 6,1722 per dolar AS, merupakan tingkat terlemah sejak Mei 2001. Volatilitas yang tersirat selama 3 bulan, pada tahun ini telah melompat 3,86%, paling tinggi di antara 52 mata uang global yang dilacak oleh Bloomberg.