Bisnis.com,JAKARTA -- Jelang Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri muncul tudingan adanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas untuk mendaftar ikut SNMPTN.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan tidak ada diskriminasi terhadap penyandang disabilitas untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi.
Hanya saja, lanjut Mendikbud, ada sejumlah jurusan dan program studi di perguruan tinggi yang membutuhkan kemampuan seseorang untuk mengenali warna dan melakukan kegiatan tertentu.
“Misalnya saja untuk jurusan teknik elektro. Dia enggak boleh buta warna. Ini bukan berarti diskriminasi. Bisa dibayangkan, kalau dia buta warna, dia tidak bisa membedakan warna-warna tertentu. Padahal kalau dia belajar resistor, dibedakan dengan kode warna. Kalau dia tidak bisa mengenali warna, justru membahayakan,” papar Mendikbud dalam laman Kemendikbud, Selasa (11/3/2014).
Pernyataan tersebut ia sampaikan menyusul tudingan adanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas untuk mendaftar pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“Bukan tidak boleh mendaftar, tapi persyaratan teknis itu memang dibutuhkan dalam proses pembelajaran selama di kampus. Percuma saja boleh mendaftar, tapi tidak bisa lolos, ya lebih baik disebutkan di awal,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Mendikbud, untuk bidang-bidang tertentu yang tidak memerlukan persyaratan khusus, penyandang disabilitas ini tetap bisa mendaftar. Misalnya fakultas sastra, meskipun sebenarnya untuk bidang yang membutuhkan ekspresi, tetap dibutuhkan kemampuan tertentu.
“Tetapi kan bisa dituangkan dalam bentuk lainnya, misalnya tulisan,” ucap Mendikbud.
Namun, kata Nuh, kebijakan menerima mahasiswa penyandang disabilitas diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing.
“Ada perguruan tinggi yang sudah siap dengan fasilitas bagi mahasiswa disabilitas, seperti Universitas Brawijaya, tetapi ada juga yang belum siap untuk itu. Kalau kampusnya tidak siap, bagaimana dosen-dosennya menjelaskan? Apa iya mau dipaksakan?" tanyanya.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini mengatakan bahwa peraturan dasar menyebutkan persyaratan yang terkait dengan keterbatasan dikaitkan dengan profesi yang memang membutuhkan kemampuan tertentu.
Namun, untuk profesi-profesi lain yang sifatnya umum, tidak boleh dilakukan pembatasan. “Oleh karena itu, mereka bisa diarahkan ke perguruan tinggi yang sudah siap,” ujar Mendikbud.