Bisnis.com, JAKARTA—Seperti “ada udang di balik batu” mungkin menjadi kalimat yang tepat atas sanksi ekonomi yang diberikan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap Iran.
Sanksi yang dilatarbelakangi oleh program nuklir Iran yang dianggap dapat mengancam perdamaian dunia oleh AS dan Uni Eropa ini nampaknya masih belum dapat diterima oleh pemerintah Iran.
H.E Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran meyakini bahwa program nuklir yang dahulu dijalankan oleh negaranya semata-mata untuk kebaikan dalam negeri seperti pemenuhan pasokan listrik.
Namun rupanya, program itu dinilai oleh AS dan Uni Eropa sebagai ancaman atas perdamaian dunia.
Secara resmi Uni Eropa menjatuhkan sanksi ekonomi berupa embargo minyak terhadap Iran yang berlaku pada 1 Juli 2012 lalu. UE juga membekukan aset-aset yang dimiliki oleh Bank Sentral Iran, melarang perdagangan logam mulia emas, berlian dan barang berharga milik badan publik Iran di Eropa.
“Kamu kalo mengadakan acara di Iran, minuman yang disuguhkan itu jenis soft drink buatan AS loh,” kata Dian Wirengjurit, Duta Besar Indonesia untuk Iran di Jakarta pada Jumat (7/3/2014).
Menurutnya entah bagaimana, ketika Iran diberi sanksi ekonomi, justru neraca perdagangan Iran dengan AS meningkat. Ketika neraca perdagangan antara Iran dan negara lainnya termasuk Indonesia turun, hanya dengan AS perdagangan mereka meningkat.