Bisnis.com, SURABAYA - Kualitas udara di Kota Surabaya akibat terdampak erupsi Gunung Kelud Kediri Jawa Timur diindikasikan tidak sehat pada Jumat (14/2/2014)
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara secara kontinyu di stasiun pemantau (air quality monitoring system-AQMS) melalui Data Center Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusarpedal) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), pada hari ini pukul 07.00 kualitas udara di Surabaya berada pada kondisi PM 10 konsentrasi 180ug/m3 atau berada pada kualitas udara sedang.
Secara continue pada pukul 07.30 berada pada kondisi PM 10 konsentrasi 150ug/m3 atau masih pada kuallitas udara sedang. Namun pada pukul 11.00 berubah pada kondisi PM 10 konsentrasi 230ug/m3 atau terindikasi kualitas udara tidak sehat.
Particulate matter (PM) merupakan istilah untuk partikel padat atau cair yang ditemukan di udara. Partikel dengan ukuran besar atau cukup gelap dapat dilihat sebagai jelaga atau asap. Sedangkan partikel yang sangat kecil dapat dilihat dengan mikroskop electron.
Partikel berasal dari berbagai sumber baik mobile dan stasioner (diesel truk, woodstoves, pembangkit listrik, dll), sehingga sifat kimia dan fisika partikel sangat bervariasi. Partikel dapat langsung diemisika atau terbentuk di atmosfer saat polutan gas seperti SO2 dan NOx bereaksi membentuk partikel halus.
PM-10 Standar merupakan partikel kecil yang bertanggung jawab untuk efek kesehatan yang merugikan karena kemampuannya untuk mencapai daerah yang lebih dalam pada saluran pernapasan. PM-10 termasuk partikel dengan diameter 10 mikrometer atau kurang. Standar kesehatan berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 untuk PM-10 adalah 150 µg/Nm3 (24 jam).
Efek utama bagi kesehatan manusia dari paparan PM-10 meliputi efek pada pernapasan dan sistem pernapasan, kerusakan jaringan paru-paru, kanker, dan kematian dini. Orang tua, anak-anak, dan orang-orang dengan penyakit paru-paru kronis, influenza, atau asma, sangat sensitif terhadap efek partikel.
PM-10 yang asam juga dapat merusak bahan buatan manusia dan merupakan penyebab utama berkurangnya jarak pandang.
Henry Bastaman, Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas KLH, menjelaskan saat ini staf KLH juga telah berada di sekitar wilayah bencana gunung Kelud untuk melakukan pengukuran manual.
"Partikel abu vulkanik berpotensi mengganggu sistem pernapasan karena mengandung kristal silika yang merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam industri kaca untuk membuat kaca keras. Jika terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, partikel ini berpotensi merusak alveoli, unit pernapasan terkecil dari paru-paru," katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Jumat (14/2/2014).
Dia menjelaskan, idealnya, masyarakat di kawasan yang terkena hujan abu vulkanik tidak keluar ruangan terlebih dahulu, tetapi apabila terpaksa keluar rumah, harus gunakan masker.
"Selain masker, juga disarankan untuk menggunakan pelindung kepala untuk mencegah debu mengenai daerah kepala dan menggunakan kaca mata untuk melindungi mata, serta minum air putih yang cukup, paling tidak untuk 72 jam (3-4 liter per orang per hari)," pesannya.
Sementara itu hasil pemantauan kualitas udara di Kota Yogyakarta saat ini masih dilakukan. Pemantauan dilakukan bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Data kualitas udara yang akan diukur di Yogyakarta adalah PM-10, PM-2.5 dan kandungan logam berat.