Bisnis.com, TOKYO - Defisit transaksi berjalan Jepang melebar, menyentuh rekor pada Desember akibat melonjaknya nilai impor.
Hal ini menambah tantangan bagi Perdana Menteri Shinzo Abe ketika pemerintah sedang berusaha untuk mendorong pemulihan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini.
Menurut Departemen Keuangan di Tokyo pada Senin (10/2), kekurangan sebesar 638,6 miliar yen atau setara dengan US$6,2 miliar, melampaui selisih pada November yakni 592,8 miliar yen. Defisit ini lebih kecil dari perkiraan median survei Bloomberg yakni 685,4 miliar yen.
Pelamahan nilai yen dan meningkatnya permintaan energi kepada asing akibat penutupan pembangkit nuklir menyebabkan impor melebihi ekspor, membawa kepada ekonomi yang diperkirakan akan mengalami kontraksi setelah pemerintah menaikkan pajak penjualan pada April.
Sementara surplus pada pendapatan investasi luar negeri dapat terganggu akibat risiko defisit berkelanjutan yang dapat merusak kepercayaan investor asing di negara dengan beban utang terbesar di dunia itu.
“Meningkatnya permintaan domestik menjelang kenaikan pajak penjualan telah menambah defisit, sebuah tren yang diperkirakan akan terus berlanjut hingga Maret,” kata Takeshi Minami, kepala ekonom Norinchukin Research Institute.
Pada 2013, Jepang mencatat surplus current account senilai 3,3 triliun yen, sebuah pencapaian terkecil dalam catatan jika dibandingkan dengan surplus pendapatan yang pernah tercatat sebesar 16,5 triliun dalam 1 tahun.