Bisnis.com, JAKARTA--Pengurus Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono, mengaku disomasi kedua kali oleh pengacara keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Palmer Situmorang, terkait pernyataannya di blog "Dari Jeddah, SBY 'memerintahkan' KPK supaya menetapkan status hukum Anas 'tersangka'".
Menurutnya, somasi tersebut merupakan yang terakhir kalinya dan akan ada tindakan hukum dari Palmer, jika tidak ditanggapi.
"Saya disomasi dua kali, pertama tanggal 14 Desember dan kedua tanggal 20 Desember," ujarnya ketika dihubungi, Selasa (24/12/2013).
Mulyono menyebutkan Palmer meminta bukti-bukti soal tulisannya tersebut. Tulisan Mulyono itu dimuat dalam artikel berjudul "Anas: Kejarlah Daku Kau Terungkap" dan dimuat pada 14 Desember 2013.
"Di situ Palmer protes, dia meminta bukti jika memang ada perintah SBY soal penetapan Anas sebagai tersangka," paparnya.
Mulyono mengatakan dirinya siap bertanggung jawab soal tulisannya tersebut. Namun, sebelum menindaklanjuti somasi Palmer, dia meminta pengacara itu untuk menunjukkan surat kuasa resmi dari Presiden SBY atas penunjukan dirinya.
"Saya akan tanya dulu mana surat kuasa dari Presiden. Saya ingin meminta dia menunjukkan surat kuasa dari SBY. Jika tidak ada surat kuasa, berarti tidak ada kekuatan hukum apa-apa," ujarnya.
Selain itu, Mulyono juga mempertanyakan posisi Palmer apakah sebagai pengacara keluarga SBY atau pengacara SBY sebagai Presiden.
"Saya ingin mempertanyakan dahulu, apakah Palmer mengatasnamakan diri sebagai pengacara Presiden SBY atau pengacara keluarga SBY. Jika mengatasnamakan pengacara sebagai Presiden, apalagi tanpa ada surat kuasa, itu akan jadi seperti 'pencatutan'," tukasnya.
Mulyono menjelaskan Palmer pada awalnya memilih proses damai untuk masalah ini. Namun, jika surat somasi kedua ini tidak ditanggapi, Palmer akan menyeretnya ke ranah hukum.
"Saya siap menjelaskan soal kasus ini, dan berdebat dengan Palmer," ujarnya.
Mulyono merupakan pengurus PPI bentukan Anas Urbaningrum, yang merupakan Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Anas lengser dari tampuk pimpinan Demokrat setelah dirinya ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus gartifikasi proyek Hambalang. (Antara)