Bisnis.com, SEMARANG--Intitute Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta mendesak pengesanan UU Desa pada masa sidang 18 Desember sebagai wujud komitmen dan pengakuan negara terhadap desa terutama menyangkut dana alokasi desa.
Koordinator Tim Advokasi RUU Desa dari IRE Arie Sujito mengatakan saat ini posisi RUU Desa berada di pengujung pembahasan dan berharap ada kepastian alokasi anggaran untuk desa melalui Dana Alokasi Desa (DAD) 10% dari dan di luar dana transfer daerah.
"Pemerintah daerah juga perlu diwajibkan menyediakan pos anggaran untuk program Alokasi Dana Desa (ADD) yang besarnya 10% dari DAU dan DBH yang diterima kabupaten/kota," ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (17/12/2013).
Menurutnya, keberadaan badan permusyawaratan desa (BPD) yang semula hanya berstatus sebagai mitra kepala desa, kini RUU Desa menempatkan BPD sebagai badan perwakilan masyarakat sehingga mempunyai fungsi kontrol selain fungsi budgeting dan legislasi.
Selain itu, ada pelembagaan forum musyawarah desa yang nantinya menjadi ruang bersama antara pemerintah desa, BPD dan unsur masyarakat untuk mebicarakan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Sosiolog UGM itu menambahkan, pengesahan UU Desa juga sebagai wujud pengakuan atas pluralitas dan keragaman desa dan desa adat serta penghormatan atas kedudukan desa, di mana RUU Desa mengakui dan menempatkan desa bukan lagi subsistem dari pemerintahan kabupaten/kota, melainkan sebagai bagian dari NKRI.
"Pengesahan nanti menguatkan kewenangan desa, baik kewenangan atas hak asal usul, berskala lokal, maupun yang merupakan penugasan dari pemerintahan supra desa."
Selama ini, dalam mengawal RUU Desa, IRE bemelakukannya bersama dengan jaringan desa dan organisasi masyarakat sipil lainnya yang peduli dengan desa.
Advokasi RUU Desa mencoba mendesak dan membongkar kebebalan pola pikir dan keberpihakan sistem yang selama ini masih enggan melakukan pembaharuan untuk desa.