Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Agama membutuhkan sensus keagamaan secara periodik sehingga data yang diperoleh selain dapat dipertanggungjawabkan, juga bisa dijadikan bahan untuk penyusunan pengambilan kebijakan.
"Selama ini data bidang keagamaan objektivitasnya kerap menunai protes dari berbagai pihak karena dari sisi akurasinya diragukan," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Zubaidi, saat memberi sambutan pada acara penyusunan draft awal grand disain Pinmas seperti dikutip Antara, Rabu (11/12/2013).
Pembahasan draft awal grand disain tersebut sekaligus pula sebagai persiapan penyusunan rencana strategis (renstra) lima tahun ke depan.
Pembahasan yang berlangsung hingga larut malam tersebut melibatkan nara sumber dari kalangan akademik, seperti dari Yudho G Sucahyo dari Universitas Indonesia (UI), praktisi pers Hadi Mustofa, Imam Machdi (Badan Pusat Statistik).
Ikut hadir Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Ahmad Gufron dan Kepala Bidang Data Sulistyowati.
Melalui sensus keagamaan, lanjut Zubaidi, arah kebijakan kementerian tersebut ke depan tentu akurasinya makin mendekati sasaran.
Melalui hasil sensus, "Kementerian Agama hendak ke mana dan akan berbuat apa, tentu tidak perlu ragu-ragu lagi," katanya.
Kepala Pusat Pinmas itu menjelaskan, sensus keagamaan sangat penting mengingat dinamika masyarakat dalam kehidupan beragama dan keagamaan makin tinggi.
Untuk itu, Kemenag perlu memiliki peta berapa jumlah penganut agama, rumah ibadah, organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan, tokoh agama, ulama dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya.
Termasuk juga lembaga sosial keagamaan dan kawasan yang memiliki potensi konflik bernuansa keagamaan.
"Hal ini penting, karena Kemenag punya kewajiban untuk membangun kualitas kerukunan antarumat dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama," tegasnya.
Gandeng BPS Agar sensus diperoleh hasil maksimal, menurut dia, Kemanag perlu menggandeng BPS. Bermitra dengan BPS memiliki posisi strategis, selain karena memang sudah menjadi domainnya juga ke depan objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan.
Selama ini Kemenag sudah menjalin kerja sama di bidang haji, khususnya untuk mengukur tingkat kepuasan Jemaah haji setiap tahun sehingga kementerian itu dari tahun ke tahun dapat melakukan perbaikan peningkatan pelayanan kepada Jemaah haji, mulai persiapan hingga pelaksanaan ritual haji di tanah suci Arab Saudi.
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, termasuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa, menurut dia, sudah menjadi tekad kementerian itu. Untuk itulah hal ini sangat ditekankan dalam penyusunan draf renstra Pinmas lima tahun ke depan.
Jika di Kementerian Pertanian ada sensus pertanian untuk ketahanan pangan (2013), lanjut Zubaidi, mengapa untuk mengetahui peta kehidupan keagamaan dilakukan sensus. Bukankah hal ini penting mengingat data yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bahan pengambil kebijakan.
"Keputusan strategis harus didukung dengan data yang akurat," ia menegaskan.
Dia mengakui untuk melakukan sensus keagamaan bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi hal itu berskala nasional. Dibutuhkan persiapan dan penyamaan persepsi antarlembaga; utamanya menyakut terminologi dan kriteria yang menjadi objek sensus.
Untuk itu, Kemenag dan BPS untuk tahap awal perlu duduk bersama.
Pihaknya merasa perlu melakukan 'sounding' ke BPS, kemudian disusul dengan work shop keagamaan.
Tentu semua itu dimaksudkan untuk memecahkan masalah dan mencari solusi dari seluruh rangkaian sensus sebelum dilakukan eksekusi perhelatan sensus digelar.
Kemenag Butuh Sensus Keagamaan
Kementerian Agama membutuhkan sensus keagamaan secara periodik sehingga data yang diperoleh selain dapat dipertanggungjawabkan, juga bisa dijadikan bahan untuk penyusunan pengambilan kebijakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Rustam Agus
Editor : Rustam Agus
Topik
Konten Premium