Bisnis.com, JAKARTA - Badan intelijen Australia berjanji tidak mengulangi lagi aktivitas spionase terhadap komunikasi para pejabat tinggi Republik Indonesia.
Komitmen itu disampaikan melalui Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman sebelum bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Marciano mengatakan pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan pihak intelijen Australia terkait berita penyadapan yang dilakukan intelijen negara tersebut kepada sejumlah pejabat tinggi Indonesia, termasuk Presiden SBY dan Wapres Boediono.
"Apa yang disampaikan kepada saya, untuk ke depan, dari sekarang, hal itu [penyadapan] tidak akan ada terjadi lagi. Itu [realisasi komitmen untuk tidak melakukan penyadapan kembali] yang kita tunggu," ujarnya.
Marciano memaparkan penyadapan yang terjadi merupakan aktivitas yang diketahui publik. Meskipun tidak ada pengakuan dari pihak penyadap, Marciano mengatakan bahwa aktivitas penyadapan memang terjadi.
"Dari beberapa informasi yang kami terima, memang ada data-data pelanggaraan pada kurun waktu itu [2007 dan 2009]," katanya.
Menurut Marciano, aktivitas penyadapan merupakan hal sensitif dalam hubungan antar negara. Hal itu berdampak pada kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Ini berpotensi mengganggu hubungan kedua negara ke depan. Oleh karenanya, harus ada komitmen dari mitra badan intelijen negara di Australia, untuk mengevaluasi dan sama-sama melakukan perbaikan. Dan keberatan dari seluruh WNI, itu harus dipahami oleh mereka," ujarnya.
Dia memaparkan kedua pemerintahan sama-sama memiliki agen intelijen di masing-masing negara. Agen yang ada adalah perwakilkan resmi badan intelijen negara di negara lainnya. Setiap agen intelijen dapat melakukan koordinasi apabila memang ada informasi yang dibutuhkan antar kedua negara.
"Apabila mereka melakukan hal-hal di luar kewenangan yang diberikan, itu pelanggaran. Harus dinyatakan bahwa kita tidak bisa menerima pelanggaran itu".