Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dubes RI untuk Australia Menghadap SBY di Istana Presiden

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Austalia Najib Riphat ke Kantor Presiden siang ini, Rabu (20/11/2013).

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menerima Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Austalia Najib Riphat di Kantor Presiden siang ini, Rabu (20/11/2013).

Dubes Najib sebelumnya dipanggil pulang dari Canberra ke Jakarta menyusul laporan upaya penyadapan Australia terhadap Indonesia, khususnya sejumlah pejabat tinggi pada 2009. Presiden dijadwalkan menerima Dubes Najib pada pukul 11.00 WIB.

Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan Pemerintah Indonesia tidak menganggap remeh isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia, seperti diberitakan sejumlah media.

Pemerintah Indonesia akan terus memastikan untuk mengevaluasi hubungan kedua belah pihak bila tidak segera diselesaikan.

"Ini terus terang sesuatu yang tidak bisa dikecilkan atau diremehkan dampaknya. Kita telah panggil pulang Dubes kita di Canberra untuk konsultasi, kita akan evaluasi hari demi hari," kata Marty di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/11/2013).

Dia menjelaskan bahwa Indonesia akan terus memastikan langkah-langkah selanjutnya untuk diambil, bila pihak Austaralia tidak segera menyelesaikan masalah tersebut.

Indonesia juga sedang mengevaluasi untuk terus menurunkan derajat kerja sama antarkedua negara.

"Kita terus'men-downgrade [menurunkan derajat] hubungan Australia dengan kita, biar nanti pihak mereka sendiri yang ambil keputusan. Intinya, sekali lagi, ini bukan kita yang bawa masalah ini, melainkan pihak Australia, sehingga pihak Australia yang harus cari jalan penyelesaian ini dengan baik," katanya.

Marty mengataka penyadapan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dalam hubungan antarnegera. Selain merusak hubungan bilateral, tindakan tersebut juga melanggar hukum dan hak asasi manusia. Menurut dia, Australia harus bertanggung jawab terkait hal itu.

"Fokus kita adalah sadap penyadapan, sesuatu yang tidak lazim, melanggar hukum, sesuatu yang melanggar HAM, hak privat seorang individu, melanggar, mencederai, merusak hubungan bilateral Indonesia-Australia, dan yang bertanggung jawab hanya satu, yaitu Australia," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor :
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper