Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Komunikasi dan Informatika diminta mendalami keterlibatan operator telekomunikasi dalam penyadapan yang diduga dilakukan oleh badan intelijen Australia.
Margiono, pendiri Indonesia Online Advocacy (Idola), mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat menggunakan informasi awal mengenai penyadapan ini sebagai pintu masuk untuk membuktikan adanya kerja sama antara badan intelijen dan operator seluler di Indonesia.
“Dari proses pendalaman ini dapat diketahui, apakah penyadapan tersebut terjadi karena ada akses yang diberikan oleh operator telekomunikasi atau tidak. Selain itu, pemerintah dapat mencari tahu adanya upaya memudahkan penyadapan, misalnya dengan membangun menara telekomunikasi ilegal,” ujar Margiono ketika dihubungi Bisnis, Selasa (19/11/2013).
Desakan agar pemerintah menangani dugaan penyadapan ini juga datang dari Indonesia Telecomunication Users Group (Idtug). Organisasi ini meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika lebih tegas.
“Kominfo bagai beriak di tepian karena ketidakmampuan untuk membantu pemerintah mengatasi penyadapan,” ujar Sekjen Indonesia Telecomunication Users Group (Idtug) Muhammad Jumadi melalui layanan pesan instan.
Dia menilai apa yang dilakukan Kominfo sejauh ini hanya berupa imbauan. Menurutnya Indonesia sudah memiliki sejumlah aturan seperti Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi.
“Itu bisa diterapkan karena ini terjadi di wilayah Republik Indonesia. Jangan berdalih diplomat terus kebal hukum. Kalau melanggar ya sama saja,” katanya.
Ancaman pidana atas kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi adalah penjara maksimal 15 tahun penjara. Adapun pada pasal 47 UU ITE ancamannnya adalah penjara maksimal 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 juta. (Ratna Ariyanti)
Berita selengkapnya baca: Bisnis Indonesia edisi Rabu, 20 November 2013