Bisnis.com, MALANG - Pabrik rokok kecil di Malang, Jawa Timur terancam banyak yang gulung tikar jika upah minimum kota/kabupaten Malang 2014 ditetapkan sesuai dengan usulan setiap pemda.
Sekretaris Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Suhardjo mengatakan sekarang saja akibat terbitnya berbagai regulasi yang tidak ramah terhadap PR, terutama PR kecil, seperti soal cukai yang terus naik dan terakhir dikenakannya pajak rokok, banyak PR yang gulung tikar.
“Sekarang saja, jumlah PR terus menyusut menjadi hanya sektiar 40 PR,” kata Suhardjo, Selasa (19/11/2013).
Padahal, sebelumnya jumlah PR di Malang mencapai sekitar 300 perusahaan dan terus menurun bersamaan dengan munculnya regulasi yang memberatkan PR kecil.
Dengan naiknya UMK Malang dari Rp1,34 juta menjadi Rp2,043 juta, maka PR kecil makin terpuruk. “Dengan UMK sebesar Rp1,34 juta saja, PR banyak yang tidak mampu.”
Hal itu terjadi karena omzet PR terus menurun. Banyak pekerja borongan yang upahnya tidak sampai UMK karena pekerjaaan yang diselesaikan buruh jumlahnya sedikit.
Dia memperkirakan dari 40 PR kecil anggota Formasi di Malang, hanya sekitar 10% saja yang benar-benar mampu membayar pekerja sesuai UMK 2014.
Karena itu, jika UMK 2014 ditetapkan, PR kecil banyak yang tutup. Kebijakan itu dipilih jika permintaan rokok dari pabrikan kecil terus menurun. “Mereka tidak mau repot sehingga memilih menutup perusahaannya.”
Jika dari isi permintaan rokok produksi PR kecil masih baik, maka pengusaha akan memilih tetap bertahan, namun dengan menangguhkan pembayaran UMK 2014.
“Saya tidak tahu pertimbangan pemda mengusulkan UMK sebesar itu meski kenyataan perusahaan banyak yang tidak mampu,” ujarnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Malang Johny mengatakan masih belum berkomentar terkait dengan UMK 2014 dengan alasan belum ditetapkan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Malang Djaka Ritamtama mengatakan UMK Malang 2014 diusulkan naik 50% bila dibandingkan 2013 menjadi sekitar Rp2 juta per bulan.
Semula UMK setempat diusulkan Rp1,635 juta, tetapi ada revisi dari Pemprov Jatim karena cara perhitungannya yang sebelumnya belum sesuai. Sudah ada cara penghitungan UMK yang baku.
“Masukan dari Pemprov Jatim, komponen UMK selain KHL, juga ditambah dengan inflasi 5% dan kenaikan 5%,” katanya.
Dengan formula tersebut, maka hasil perhitungan KHL masih ditambah dengan inflasi dan kenaikan 5% sehingga ketemu angka Rp2 juta.
Masukan dari Pemprov Jatim pula, penghitungan uang sewa rumah, transportasi, dan tarif air sudah jelas sehingga angkanya hampir sama antara daerah yang satu dengan yang lainnya di Jatim.