Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat sipil Indonesia menyayangkan KTT Perubahan Iklim COP-19 sedang berlangsung di Warsawa, Polandia, lantaran konferensi tersebut diduga menjadi ajang cuci tangan sejumlah negara agar dapat terus mengandalkan batubara untuk pembangunan.
Pemerintah Polandia menggalang dukungan eksploitasi batubara, melalui Konferensi Batubara, yang berlangsung di sela-sela KTT Perubahan Iklim.
Sementara, Pemerintah Polandia mengatakan negosiasi mesti terus bergerak dan maju, dan pada saat yang sama Rekomendasi Konferensi Batubara tersebut adalah batubara bersih (clean coal energy).
Batubara bersih upaya aplikasi pengembangan pembangkit listrik dari batubara yang diklaim sangat efisien, dengan menggunakan Supercritical Boiler dan Ultra Supercritical Boiler.
Kedua teknologi tersebut telah dipropagandakan di banyak negara salah satunya Indonesia. Pada pendukungnya mengatakan teknologi ini telah dipergunakan di ladang-ladang minyak dan ladang gas lepas pantai.
Mida Saragih, Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) menegaskan negara-negara khususnya Pemerintah Polandia perlu memahami pentingnya perwujudan keselamatan manusia, utamanya di negara-negara sumber produksi batubara seperti Indonesia.
"Kontribusi emisi karbon dari tambang batubara semestinya membuka mata Polandia dan negara-negara lainnya untuk mengurangi, bahkan menyetop pemanfaatan batubara," ujarnya dalam rilis yang diterima Bisnis, Senin (18/11/2013).
Untuk perwujudan keselamatan manusia, mereka tidak semestinya mengundang dan bekerjasama dengan negara-negara serta perusahaan asing, terlebih untuk terus menerus mengeksploitasi bahan bakar fosil.
Hendrik Siregar, koordinator JATAM mengatakan biaya batubara dari hulu ke hilir sangat mahal terhadap manusia dan lingkungan. "Yang belum tentu setiap negara mampu mengantisipasi resiko yang begitu mahal diakibat oleh sumber energi kotor dari batubara," katanya.
Tidak hanya CSF-CJI, delegasi masyarakat dari negara-negara ASEAN, plus dari India, China, dan Bolivia yang bertemu di Bangkok dalam Forum Equitable and Low Carbon Society, pada tanggal 18-19 November 2013—juga menentang solusi palsu batubara bersih, karena tidak menjawab akar persoalan.
Pasalnya, pilihan dari penanganan perubahan iklim global saat ini hanya ada dua, pertama kesungguhan negara-negara untuk menurunkan emisi karbon dan kedua, membangun kapasitas untuk menjalankan adaptasi dan mitigasi yang merujuk pada prinsip keadilan.