Bisnis.com, LONDON - Indonesia berhasil 'menundukkan' Amerika Serikat terkait dengan kasus rokok kretek pada sidang badan penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) special session di markas besar WTO, Jenewa, Jumat (23/8).
Oleh karena itu, Indonesia berhak mendapatkan kompensasi atas kerugian yang derita akibat praktik dagang Negeri Paman Sam yang tidak fair dan diskriminatif itu.
Akibat non compliance AS, Indonesia menderita kerugian lebih dari US$160 juta dalam kurun 3 tahun sejak Federal Food, Drugs and Cosmetic Act Amerika Serikat diberlakukan pada 2009.
"Badan penyelesaian sengketa WTO telah membentuk Arbitrasi menentukan nilai kompensasi berdasarkan kerugian yang diderita Indonesia berdasarkan ketentuan WTO Dispute Settlement Understanding (DSU)," ujar Mardhiah Ridha Farid, sekretaris ketiga ekonomi II PTRI Jenewa, Sabtu (24/8).
Dia menjelaskan kemenangan Indonesia tercatat dalam agenda Recourse to Article 22.2 of DSU by Indonesia atas Kasus United States " Measures Affecting the Production of Clove Cigarettes (DS 406)".
Indonesia menggugat AS karena tidak melakukan implementasi atas keputusan DSB atas kasus rokok kretek yang telah dimenangkan Indonesia pada 24 April 2012.
DSB dalam keputusannya telah menyatakan bahwa Federal Food, Drugs and Cosmetic Act Amerika Serikat, khususnya ketentuan Section 907 (a)(1)(A) merupakan kebijakan diskriminatif.
Kebijakan tersebut bertentangan dengan Perjanjian WTO Technical Barrier to Trade dan melanggar kewajiban AS sebagai anggota WTO.
Mardhiah menjelaskan Indonesia menegaskan kembali arti penting kasus ini bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, mengingat produksi rokok kretek bersinggungan langsung dengan perekonomian dan perindustrian rakyat, serta petani tembakau Indonesia.
Indonesia menuntut adanya langkah konkrit AS untuk mengimplementasikan keputusan DSB atas kasus Clove Cigarettes selama kurun waktu 15 bulan masa Reasonable Period of Time (RPT)yang sudah habis masa berlakunya pada tanggal 24 Juli 2013.
"Akibat non compliance AS, Indonesia menderita kerugian lebih dari US$160 juta dalam kurun waktu 3 tahun sejak Federal Food, Drugs and Cosmetic Act Amerika Serikat diberlakukan pada 2009," tegasnya.
Oleh karena itu, selama kurun waktu RPT tersebut, Pemerintah Indonesia terus secara aktif melakukan berbagai usaha untuk menekan AS guna mengimplementasikan keputusan DSB kasus.(Antara)