Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Kenapa Banyak Orang Enggan Bayar Zakat

Bisnis.com, JAKARTA--Guru Besar Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Afif Muhammad mengungkapkan hingga kini masih banyak umat muslim yang belum menyadari pentingnya membayar zakat.

Bisnis.com, JAKARTA--Guru Besar Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Afif Muhammad mengungkapkan hingga kini masih banyak umat muslim yang belum menyadari pentingnya membayar zakat.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang mungkin dapat dijadikan sebagai penyebab, antara lain, tingkat kepercayaan masyarakat yang masih rendah kepada lembaga-lembaga pengelola zakat.

Akibatnya, imbuhnya, masyarakat mengeluarkan zakat langsung kepada mustahiqnya.

Selain itu, dia meyakini masih banyak di antara kaum muslimin yang belum mengerti cara menghitung zakat, dan kepada siapa zakatnya dipercayakan untuk disalurkan.

"Faktor lainnya lagi yakni tidak adanya sanksi apa pun bagi orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat. Hal inilah yang saya kira berbeda dengan pajak, yang jika tidak membayar bisa dikenai sanksi," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/7/2013) malam.

Dia mengatakan hampir 20% warga negara muslim Indonesia merupakan masyarakat berpenghasilan cukup untuk menjadi muzaki. Jumlah mayoritas tersebut, ujarnya didasarkan pada statistik tentang pemelukan atau pengakuan keberagamaan dalam KTP.

Namun, pemahaman keislaman mereka masih sangat rendah atau belum banyak mengerti tentang zakat dan ajaran Islam lainnya.

Menurutnya, pengelolaan zakat di Indonesia memang menuju ke arah lebih baik karena sebelumnya tidak ada undang-undang yang mengatur tentang zakat dan ekonomi syari'ah seperti saat ini, kendati hanya terkait masalah distribusinya saja.

"Karena Indonesia bukanlah negara Islam, maka secara otomatis masyarakat tidak dapat sepenuhnya mengandalkan kebijakan-kebjakan pemerintah yang ada," tuturnya.

Pada kasus seperti ini, lanjutnya, kaum muslim mestinya pro-aktif menjemput bola, kredibel, dan transparan dalam segala hal yang berkaitan dengan perzakatan. Jika hal tersebut bisa dilakukan, pengelolaan zakat di Indonesia pun dapat berkembang, seiring dengan tren munculnya lembaga-lembaga seperti Dompet Dhu'afa, Rumah Zakat, dan yang lainnya.

Dia berpendapat masyarakat muslim bisa jadi sudah acuh terhadap kewajiban membayar zakat. Sebab, beberapa alasan yang terjadi seperti misalnya ke mana aliran uang pajak atau zakat itu disalurkan menjadi pertanyaan dan tidak jelas penggunaannya, terlebih tidak ada cash-flow dan transparansi.

"Selain itu, sistem yang digunakan saat ini masih dualistik: ada zakat dan ada pajak, sehingga masyarakat muslim masih banyak yang mempersoalkan, apakah kalau seseorang sudah mengeluarkan zakat tidak lagi dikenai pajak, dan sebaliknya."

Untuk itu, Afif menekankan jika inti masalahnya ada pada  tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah, maka kewajiban para ulama dan cendekiawan mestinya terus mengupayakan agar masyarakat semakin cerdas dan faham tentang kewajiban-kewajiban agama mereka.

Dia memberikan contoh, pihaknya sendiri membayar sebagian zakatnya langsung melalui mustahiq yang diketahui sangat membutuhkan dan belum terjangkau oleh lembaga-lembaga amil zakat. Sisanya, disalurkan lewat lembaga yang dikelola instansi tempatnya bekerja melalui potongan gaji.

Namun, memang tidak bisa dipungkiri banyak orang berpikiran bahwa membayar zakat langsung ke para mustahiq itu akan lebih efektif. Selain para muzaki bisa langsung melihat kondisi mustahiq, jelasnya, cara tersebut memang bisa dibilang baik karena sebagian lembaga ada juga yang mendeteksi siapa yang benar-benar berhak menerima zakat.

Untuk itu, dia mengingatkan kepada lembaga-lembaga pengelola zakat, bahwa mereka (pengelola) bukanlah pemilik harta zakat, tetapi hanya sebatas pengelola (amil). Karena pemilik aslinya adalah kaum fakir dan miskin, serta kelompok penerima zakat yang berjumlah delapan katagori sesuai Al-Quran itu.

Dengan demikian, semestinya ada perwakilan dari kelompok-kelompok mustahiq yang terlibat dalam lembaga pengelola zakat, sebab tanpa perwakilan tersebut, mereka (para mustahik) tidak tahu berapa hak mereka dan untuk apa harta zakat itu digunakan.

“Sedangkan para karyawan di lembaga tersebut hanya berhak atas 1/8-nya. Masalah ini benar-benar mengganggu pikiran saya selama bertahun-tahun ini. Itulah sebabnya kenapa pengelolaan zakat efektifitasnya kurang terlihat," ujar Afif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper