Bisnis.com, WASHINGTON – Pertemuan Amerika Serikat dan China pekan ini guna mencari cara untuk menyeimbangkan aliran investasi dan barang akan dibayangi kasus pembocoran program – program siber oleh Snowden.
Sementara itu bank sentral kedua negara berupaya menghindari risiko besar dari kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu.
Pertemuan 2 hari itu dimulai pada Rabu (10/7/2013) di Washington dan bertajuk U.S.-China Strategic and Economic Dialogue.
Sekretaris Treasury Jacob J. Lew dan Sekretaris Negara John Kerry didapuk sebagai tuan rumah, sementara Wakil Perdana Menteri China Wang Yang dan Kanselir Negara Yang Jiechi juga turut hadir.
Rapat bilateral itu diadakan di tengah hangatnya isu pembocoran rahasia intelejen AS oleh Edward Snowden. Latar belakang tersebut dikhawatirkan mempersulit diskusi tentang keamanan nasional.
Akan tetapi, perwakilan kedua negara akan memfokuskan pembicaraan di ranah perjanjian dagang dan properti intelektual, serta aliran modal dan kebijakan moneter.
“Hal utama yang diharapkan oleh perusahaan-perusahaan AS adalah pembahasan soal akses pasar di China,” ujar John Frisbie, Presiden U.S.-China Business Council. Dia menambahkan pengendalian China terhadap kepemilikan asing di negara itu mencakup masalah komputasi awan dan agrikultur.
Perwakilan kedua negara raksasa itu bertemu dalam kelompok kerja keamanan siber pada Senin (8/7/2013), pada saat AS tengah khawatir bahwa China melakukan kampanye spionase siber.
Sementara itu, ulah Snowden dalam membocorkan program-program AS yang tersimpan di jaringan telpon dan data internet mengungkap bahwa AS telah meretas jaringan komputer di Hong Kong dan China Daratan sejak 2009.
Menurut Shen Dingli, Direktur Center for American Studies di Furdan University, isu yang diungkap Snowden itu kemungkinan dapat melemahkan posisi negosiasi AS dalam diskusi keamanan siber dengan China.
“Kritik AS terhadap China akan dikurangi. Kendati demikian, [keamanan siber] tetap menjadi sebuah isu yang akan didiskusikan,” lanjut Shen. AS sedang membedakan ranah pengawasan terhadap pemerintah dengan tujuan keamanan nasional dan pencurian data rahasia perdagangan yang berbasis siber.
Ekspor China
Menilik ke perkembangan ekonomi dalam negeri China, angka ekspor dan impor pada Juni secara tak terduga anjlok, menegaskan lambatnya pertumbuhan pada saat Perdana Menteri Li Keqiang mengendalikan kredit.
Administrasi Umum Bea Cukai di Beijing mengumumkan angka pengapalan ke luar negeri merosot 3,1% dari tahun sebelumnya dan merupakan penurunan terbesar sejak terjadinya krisis ekonomi global.
Para ekonom yang disurvei Bloomberg sebelumnya mendapatkan perkiraan median bahwa pengapalan ke luar negeri justru akan meningkat sebesar 3,7%. Sementara itu, angka impor merosot 0,7%, jauh lebih rendah dari perkiraan adanya kenaikan sebesar 6%.
Ekspor China ke Amerika Serikat dan Uni Eropa merosot untuk bulan ke empat berturut-turut. Turunnya permintaan domestik dan global juga menambah tekanan bagi Li untuk terus menopang pertumbuhan, yang tengah terancam anjlok ke titik terendah sejak 1990, bahkan setelah dia berjanji untuk menekankan restrukturisasi ekonomi.
“Setelah data aktivitas yang mengecewakan dalam beberapa bulan terakhir, data perdagangan Juni menguji para pembuat kebijakan untuk mempertahankan kebijakan makro pada kondisi yang stabil,” ujar Louis Kuijs, Kepala Ekonom Royal Bank of Scotland di Hong Kong.