Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Program Dikritik, Thailand Pangkas Harga Beras

PM Yingluck Shinawatra (wikipedia.org)BISNIS.COM, BANGKOK—Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra berisiko menuai kecaman dari para petani karena memangkas harga beras bersubsidi, setelah program tersebut dikritik mengancam keuangan Negeri

PM Yingluck Shinawatra (wikipedia.org)

BISNIS.COM, BANGKOK—Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra berisiko menuai kecaman dari para petani karena memangkas harga beras bersubsidi, setelah program tersebut dikritik mengancam keuangan Negeri Gajah Putih.

Kabinet Thailand pada 19 Juni menyetujui pemangkasan harga jual beras sebesar 20% untuk membendung kerugian dari program yang diperkirakan menghabiskan dana sekitar 137 miliar baht (US$4,4, miliar) pada tahun lalu.

Awal bulan ini, Moody’s Investors Service mengatakan subsidi menghalangi tujuan Thailand untuk mencapai keseimbangan anggaran pada 2017 dan juga tidak baik bagi peringkat kedaulatan negara tersebut.

“Jika pemerintah tidak mendengarkan suara petani, partai Pheu Thai akan kehilangan mereka sebagai perisai pelindung,” ujar Charin Sing-dee, Kepala Dewan Petani dari Provinsi Singburi, Selasa (25/6/2013).

Menurutnya, jika harga diturunkan, sama saja seperti mempermainkan nasib para petani.

Sejak menjabat sebagai pemimpin Thailand 2 tahun lalu, Yingluck menaikkan upah minimum, memberika insentif bagi para pembeli mobil pertama, dan membayar beras petani 50% lebih besar dari harga pasar domestik. Yingluck memperoleh basis suara dari Thailand utara yang didominasi penduduk miskin.

“Beban fiskal akibat program tersebut merupakan salah satu kekhawatiran besar para investor asing,” ujar Santitarn Sathirathai, ekonom Credit Suisse AG yang berbasis di Singapura. Tidak hanya berdampak pada biaya fiskal, program tersebut merusak insentif bagi warga Thailand.

Thailand, lanjut Sathirathai, telah memiliki cadangan tenaga kerja di berbagai sektor produktif dan program ini mengakibatkan lebih banyak penanaman beras oleh orang-orang yang seharusnya tidak melakukan hal itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper