BISNIS.COM, JAKARTA - Mendagri Gamawan Fauzi sebenarnya sudah mengeluarkan surat edaran sejak 11 April 2013, yang melarang e-KTP distaples, dilaminating dan difotokopi, menyusul adanya kasus KTP elektronik (e-KTP) yang rusak setelah difotokopi.
Sesuai Surat Edaran Mendagri tersebut, e-KTP tidak diperkenankan difoto kopi, distaples dan perlakuan lainnya (termasuk laminating) yang merusak fisik e-KTP.
Karena itu, semua pihak yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, cukup mencatat "Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap" dalam eKTP, supaya tidak terjadi kesalahan fatal dalam penggunaan e-KTP tersebut. "Pelanggaran akan hal itu akan dikenai sanksi," begitu bunyi surat Mendagri kepada seluruh jajaran pemerintah daerah dan badan atau lembaga yang memberi pelayanan kepada masyarakat yang menggunakan e-KTP.
Ini adalah intisari Surat Edaran Mendagri Nomor: No. 471.13/1826/SJ, tersebut:
1. Dalam e-KTP dilengkapi dengan chip yang memuat biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk, sehingga e-KTP tidak dimungkinkan lagi dipalsukan/digandakan.
2. Chip yang tersimpan dalam e-KTP hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip).
3. Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader.
4. Karena itu, agar e-KTP dapat dimanfaatkan secara efektif, semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota diminta untuk memfasilitasi semua unit kerja/badan usaha yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat menyediakan card reader dalam waktu yang singkat.
5. Semua unit kerja/badan usaha yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah memiliki card reader paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi.