Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ANCOL DIGUGAT: Pungutan Dianggap Wajar

JAKARTA—Ahli hukum dari Universitas Indonesia, Tri Hayati, menilai pungutan bagi pengunjung Pantai Ancol sebagai hal yang lumrah, karena telah terjadi pengembangan dan pembangunan di wilayah tersebut.

JAKARTA—Ahli hukum dari Universitas Indonesia, Tri Hayati, menilai pungutan bagi pengunjung Pantai Ancol sebagai hal yang lumrah, karena telah terjadi pengembangan dan pembangunan di wilayah tersebut.

Tri Hayati yang didatangkan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (tergugat II) dan PT Taman Impian Jaya Ancol (tergugat III) dalam sidang hari ini, Selasa (29/1/2013,) mengatakan pungutan itu bukan perbuatan melawan hukum.

"Pengutipan tanda masuk yang dimaksud karena ada nilai tambah. Kalau ada nilai penambahan, maka ini berbayar untuk pemanfaatan lainnya," ujar Tri.

Pungutan itu, katanya, telah diatur dalam regulasi tersendiri, sehingga jika ada ketidaksetujuan masyarakat maka mereka bisa melakukan judicial review atau pengujian peraturan.

Kuasa hukum penggugat Fahmi Syakir membantah, sebab sesuai peraturan Menteri Pekerjaan Umum akses ke pantai adalah sesuatu yang gratis.

"Dalam Peraturan Menteri PU Nomor 6, pantai termasuk bentang alam. Itulah yg harus bisa diakses tanpa batas waktu dan biaya," kata Fahmi. Dia menambahkan bahwa judicial review hanya dilakukan untuk undang-undang.

Seperti diketahui, tiga warga Jakarta yaitu Ahmad Taufik, Abdul Malik Damrah dan Bina Bektiati menggugat Gubernur DKI Jakarta, Pembangunan Jaya Ancol, dan Taman Impian Jaya Ancol.

Gugatan itu juga menyertakan Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia (turut tergugat I), Menteri Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia (turut tergugat II), dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia (turut tergugat III).

Para penggugat menyatakan tergugat I telah melanggar kewajibannya untuk menyediakan secara gratis akses ke Pantai Ancol. Hal itu mengakibatkan hilangnya hak asasi manusia para penggugat untuk menikmati pantai secara gratis.

Mereka keberatan dengan pungutan Rp15.000 bagi setiap orang yang hendak berkunjung ke pantai di Jakarta Utara. Menurut saksi yang didatangkan penggugat pada sidang pekan lalu, nelayan juga dilarang masuk lewat laut.

Penggugat mengatakan bahwa salah satu dasar gugatan adalah Peraturan Menteri PU No.40 Tahun 2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

Di dalamnya menyatakan terkait aksesibilitas dan kemudahan dalam menikmati fasilitas publik berupa panorama, ruang terbuka publik (laut, pantai, dan ruang hijau).

Menurut mereka pantai dikategorikan sebagai ruang terbuka publik yang harus bisa diakses dan dimanfaatkan oleh publik tanpa batasan ruang, waktu, dan biaya. 

Berdasar peraturan itu, ruang terbuka publik adalah ruang terbuka yang terdapat pada lahan milik publik baik berupa taman, lapangan olah raga, atau ruang terbuka lainnya yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh publik tanpa batasan ruang, waktu, dan biaya.

Pengelolaan pantai yang merupakan bagian dari wilayah pesisir didasarkan atas asas yang diatur dalam Pasal 3 UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

“Mereka telah diuntungkan dengan membangun di wilayah dekat pantai, sehingga wajar jika mereka melakukan perawatan. Sementara Pantai Ancol-nya tetap milik negara,” kata Fahmi seusai sidang.

Atas gugatan itu, Ancol menggugat balik ketiganya sebesar Rp 1,5 miliar dan akan memberikan fasilitas alternatif kepada masyarakat. (sut)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper