JAKARTA-- Pengunduran diri Ketua Dewan Pakar Partai NasDem Hary Tanoesoedibjo ibarat bunga yang layu sebelum mekar karena di awal kiprahnya sebagai peserta Pemilu untuk pertama kalinya telah terjadi ketidakharmonisan internal.
"Sejak awal koalisi antara dua pemilik media raksasa ini sudah diprediksi tidak akan bertahan lama. Fatsoen politik keduanya pun juga berseberangan," kata pengamat komunikasi politik Ari Junaedinya dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Senin (21/1/2013).
Partai NasDem, lanjut dia, juga seperti mengulang sejarah retaknya Partai Golkar sebagai cikal bakal berdirinya Nasional Demokrat.
"Yang satu merasa dizalimi Golkar, sedangkan yang lain kecewa berat dengan SBY akibat kasus Sisminbakum. Dua matahari kembar yang memiliki kekuatan dukungan media besar itu sangat sulit disatukan dalam satu biduk. Akibatnya, satu akan kecewa dan satu lagi akan tetap bertahan," jelasnya.
Jika saja kepentingan dan ego politik dari Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo dikesampingkan, hal itu dapat berdampak pada elektabilitas Partai NasDem di Pemilu 2014.
Menurut dia, Partai NasDem akan dapat mengungguli sejumlah parpol menengah, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
"Bahkan bisa saja berpotensi menggeser Partai Demokrat," tambahnya.
Dualisme dalam tubuh Partai NasDem, lanjutnya, semakin memperkuat asumsi bahwa parpol di Tanah Air bukan dibangun dengan ideologi kokoh, melainkan sarat akan kepentingan elit.
Aroma ketidakharonisan antara pendiri Partai Nasdem dan Hary Tanoesoedibjo, yang bergabung sejak 9 April 2012, sudah berhembus lama, bahkan menyeret konflik di organisasi sayap ormas Nasional Demokrat, Garda Pemuda Nasdem.
Senin siang, Hary Tanoe resmi mengajukan surat pengunduran dirinya kepada Ketua Dewan Majelis Surya Paloh dan menyatakan tidak lagi menjadi anggota partai baru tersebut.
"Saya sudah menyerahkan surat pengunduran diri saya secara resmi kepada Surya paloh. Mulai hari ini, saya bukan anggota Partai NasDem," kata Hary dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Pengunduran dirinya itu disebabkan karena adanya rencana perubahan struktur kepengurusan di tingkat dewan pengurus pusat (DPP), termasuk keinginan Surya Paloh menjadi ketua umum.
"Saya ingin mempertahankan struktur Partai Nasdem ini tetap tanpa perubahan. Tapi Surya Paloh menginginkan perubahan dan ingin terjun langsung sebagai ketua umum," katanya.(Antara/msb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel