JAKARTA—PT Prima Mitrajaya Mandiri yang kini 92,5 % dimiliki sahamnya oleh perusahaan publik Inggris, M.P. Evans & Co Limited, dilaporkan atas tuduhan illegal logging di atas lahan seluas 540 hektare di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Laporan tersebut dilakukan oleh Halim Jawan, salah satu direktur sekaligus pemilik saham minoritas di perusahaan tersebut, ke Polda Kalimantan Timur.
Kuasa hukum Halim Jawan dari kantor pengacara SNR, Robin Siagian dan Henry Napitupulu, dalam siaran persnya, menyatakan dugaan praktik illegal logging tersebut dilakukan di Kawasan Budidaya Kehutanan (KBM) di Kabupaten Kutai Kartanegara untuk dijadikan lahan perkebunan sawit.
“Kami memiliki bukti-bukti bahwa anak perusahaan M.P Evans telah membuka lahan perkebunan di atas lahan KBK seluas 540 ha di Kab Kutai Kertanegara,” ujar Robin.
Halim memang bersengketa dengan anak usaha M.P. Evans & Co Ltd dan Sungkai Holdings Ltd itu. Pendiri PMM dan TJA itu justru telah dilaporkan oleh manajemen perusahaan itu atas tuduhan penggelapan biaya pengurusan Hak Guna Usaha (HGU). Saat ini Evans menjadi pemilik mayoritas perusahaan tersebut dengan menguasai 92% saham.
“Kawasan tersebut seharusnya tidak dimaksudkan untuk perkebunan kelapa sawit, dan atas dugaan telah melakukan illegal logging tersebut klien kami telah mengajukan bukti-bukti tersebut tersebut ke Polda Kaltim,” ujar Robin.
Menurut pengacara itu, PMM bahkan telah melakukan panen di perkebunan kelapa sawit tersebut. “Jelas bahwa perusahaan itu patut diduga telah melanggar Pasal 1 UU Kehutanan No. 40 Tahun 1999.”
UU tersebut, tambah Robin, menyebutkan bahwa kawasan hutan adalah kawasan tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaan sebagai hutan tetap.
“Dan karenanya setiap penggunaan dan atau pemanfaatan wilayah hutan atau KBK yang tidak sesuai dengan peruntukannya merupakan perbuatan melawan hukum.”
Robin mempertanyakan keterangan penyidik Polda kaltim dalam Surat Perkembangan Penyelidikan pada 3 Oktober 2012. Polisi, menurut dia, mengaku kesulitan memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap para direksi Evans yang disebutkan berada di luar negeri.
“Karena klien kami mengetahui dengan jelas, bahwa Mr. Chandra Sekaran KV. Nair selaku direktur utama kedua anak perusahaan M.P. Evan tersebut selalu berada di Jakarta ataupun Kutai Kartanegara,” kata Robin.
Bahkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu atas tuntutan penggelapan yang dilakukan Halim Jawan, menurut Robin, Chandra Sekaran hadir dan memberikan keterangan sebagai saksi pelapor.
Dengan begitu, tambah Robin, para penyidik tidaklah susah untuk mengetahui keberadaan Chandra Sekaran.
Robin berharap agar Kapolri memberikan atensi atas dugaan adanya illegal loging ini sehingga perkara tersebut dapat dilimpahkan ke pengadilan. “Kami berharap Bapak Kapolri dapat memberikan atensi dalam perkara ini dan kami juga meminta Kapolda Kaltim agar dapat menuntaskan kasus ini, karena dugaan illegal logging seluas 540 Hektar adalah jumlah yang besar,” kata Robin.
Sengketa Halim dengan anak usaha M,P. Evans memang sudah berlangsung lama. Pada Maret tahun lalu, keduanya juga harus berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan gugatan Halim Jawan soal kepemilikan saham di perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan tidak berwenang memeriksa gugatan yang dilayangkan pengusaha local itu.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh M. Kusno tersebut menyatakan yang berwenang mengadili perkara itu adalah lembaga arbitrase Singapura (Singapore International Arbitration Centre/SIAC).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim sejalan dengan seluruh eksepsi yang diajukan para tergugat.
Berdasarkan eksepsinya, para tergugat menyebutkan bahwa sesuai dengan perjanjian disebutkan apabila terjadi sengketa atas pengambilalihan saham di perusahaan sawit (PT Prima Mitrajaya dan PT Teguh Jayaprima) oleh para pihak, hal itu akan diselesaikan secara musyawarah atau melalui lembaga arbitrase Singapura. (sut)