Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SARUNG MAJALAYA: Volume Produksi turun 20%

BANDUNG: Industri kain sarung tekstil buatan Majalaya Kabupaten Bandung hanya memproduksi 1 juta potong per bulan atau turun 20% dari tahun sebelumnya karena populasi usaha kecil menengan (UKM) di pusat tekstil tersebut terus menyusut.

BANDUNG: Industri kain sarung tekstil buatan Majalaya Kabupaten Bandung hanya memproduksi 1 juta potong per bulan atau turun 20% dari tahun sebelumnya karena populasi usaha kecil menengan (UKM) di pusat tekstil tersebut terus menyusut.

Ketua Perhimpunan Tekstil Majalaya (PPTM) Deden Suwega mengatakan untuk memroduksi sebanyak itu perajin membutuhkan sekitar 300 ton benang poliester.Selain itu, produksi turun dipicu populasi industri kecil menengah (UKM) Majalaya berkurang 50% sejak krisis moneter 1998, saat ini menjadi sekitar 140 unit.“Kami mengkhawatirkan serapan sarung tradisional akan berkurang, karena UKM bersaing dengan pabrikan besar," katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (18/11/2012).Dia menjelaskan naiknya harga benang katun membuat harga serat sintetis ikut merangkak naik sehingga produksi kain sarung ikut naik. Saat ini, harga kain sarung berada di kisaran Rp15.000-Rp25.000 per potong.Meski demikian, produk sarung tenun tradisional, sudah diminati Malaysia. Hal itu terlihat dari semakin banyaknya transaksi perdagangan para pengusaha industri sarung Majalaya dengan pedagang dari Malaysia. "Meski turun, produksi kami sudah ke luar negeri," ujar Deden.Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Suderajat menilai dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 243/2011 tentang Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE), yang mengharuskan PPN importasi bahan baku dibayar di muka dan direstitusi kemudian setelah barangnya diekspor, itu belum efektif."Namun restitusi hanya teori yang bagus dalam praktiknya sangat kurang, sehingga mengganggu permodalan perusahaan dalam menjalankan usahanya," kata Ade.Menurut dia, dalam PMK tersebut menyebutkan bila restitusi hanya tiga minggu, namun kenyataannya ada yang tiga tahun. "Pemerintah kelihatannya tidak membutuhkan lapangan kerja maupun devisa dalam kurun waktu ini," tegasnya.Oleh karena itu, pihaknya berharap proses restitusi bisa dipermudah, agar ekspor yang dilakukan bisa cepat.(Jibi/k29/sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Sutarno
Sumber : Adi Ginanjar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper