Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONTRAK KARYA: KK Antara pemerintah & Freeport tak bisa ditarik

 

 

JAKARTA:  Kementerian ESDM berkesimpulan kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia tidak dapat ditarik kembali, kecuali ada kesepkatan antara kedua pihak atau alasan yang ditentukan dalam undang-undang.

 

“Dalam teori hukum perdata disebutkan suatu kontrak yang semula klausa yang halal bisa menjadi tidak halal jika kemudian ada peraturan pemerintah yang disebut Public Policy. Dengan begitu, maka dimungkinkan untuk diubah para pihak melalui renegosiasi yang menjadi kewenangan para pihak, sedangkan pihak lain tidak bisa ikut campur,” ungkap kuasa hukum tergugat I, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Shanty Octora dalam kesimpulan perkara No.331/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/7/2012).

 

Dalam perkara ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai tergugat I, PT Freeport Indonesia sebagai tergugat II dan Presiden Republik Indonesia sebagai tergugat III. Dalam gugatannya, IHCS menilai tarif royalty yang dibayarkan Freeport bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45/ 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang baru.

 

Menurut hitungan IHCS total kerugian negara akibat pembayaran royalti dari Freeport yang lebih rendah dari ketentuan beleid PNBP itu sebanyak US$256,2 juta. Dalam gugatannya, IHCS menuntut biaya ganti rugi Rp70 triliun.

 

Kesimpulan kuasa hukum Menteri ESDM itu disampaikan dalam menanggapi keterangan ahli hukum perjanjian Samuel Hutabarat, yang dimintai pendapatnya dalam persidangan. Saat itu dia menyebutkan Pasal 1320 KUHPerdata memuat syarat sahnya perjanjian mengacu pada kata sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal.

 

Pengajar hukum perdata Universitas Atmajaya ini berpendapat Pasal 1320 KUHPerdata mengikat para pihak dalam berkontrak. Apabila kemudian hari ada aturan yang bertentangan dengan kontrak tersebut, maka akan disesuaikan dengan isi kontrak dengan klausul kemandirian yang terdapat dalam kontrak tersebut.

 

Dalam kesimpulannya itu, kuasa hukum Menteri ESDM mengatakan penggugat bukanlah pihak yang diberikan hak oleh undang-undang untuk mengajukan gugatan, sehingga dengan sendirinya penggugat diskualifikasi atau tidak memiliki legal standing/persona standi in judicio untuk mengajukan gugatan.

 

Selain itu, lanjut tergugat II, penggugat juga tidak memiliki legal standing sebagaimana yang telah disebutkan dalam dasar gugatannya yang mengcu pada Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 

Menanggapi pendapat tergugat II dari Kementerian ESDM, kuasa hukum  Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Anton Febrianto mengatakan pada prinsipnya gugatan IHCS mewakili kepentingan kemakmuran dan kesejahteraan yang diamanatkan masyarakat kepada pemerintah.

 

“Berita terakhir yang dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa bahwa akan melakukan renegosiasi dengan PT Freeport Indonesia berkaitan dengan PNBP yang dituangkan dalam gugatan IHCS merupakan lagu lama yang telah berulangkali disampaikan pemerintah, tapi tidak pernah terjadi terealisasikan dengan apa yang diucapkan pejabat pemerintah tersebut.”

 

Menurutnya, pemerintah terlalu memberi keiistimewaan yang berkelebihan terhadap PT Freeport Indonesia, bukan hanya persoalan PNBP saja. “PT Freeport mengangkut semua bahan baku berbentuk pasir yang di dalamnya ada emas, logam dan kekayaan tambang lainnya berupa uranium. Harusnya PT Freeport membangun smelter di Indonesia yang dapat memisah-misahkan kandungan yang ada dari bahan baku yang ada untuk dipisah-pisahkan menjadi emas, logam dan uranium. Jadi supaya jelas, yang diangkut ke negaranya itu dalam bentuk emas, logam atau uranium yang memiliki nilai teristimewa.”

 

Selain itu, katanya, PT Freeport bukan hanya membayar sesuai ketentuan PNBP yang ada sekarang, tapi juga kewajiban kekuarangan selisih pembayaran PNBP sejak 2003 hingga sekarang, masalah divestasi yang belum pernah terealisasi.

 

“Sebelumnya pemerintah mendukung adanya divestasi terhadap perusahaan tambang asal Amerika Serikat, tapi belakangan menjadi tidak terdengar lagi.” (msb)

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Erwin Tambunan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper