JAKARTA: Kuasa hukum PT Technocoal Utama Prima dan PT Indonesia Coal Development mengklaim tidak terjadi perbuatan melawan hukum dalam sengketa hibah saham dengan pemegang saham PT Redlatama Trade Powerindo.
“Akta hibah yang dipersengketakan penggugat sebenarnya telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam KUHPerdata tentang keabsahan suatu perjanjian hibah. Oleh sebab itu, tidak mungkin bahwa akta-akta tersebut dapat menyebabkan suatu tindakan melawan hukum,”ungkap kuasa hukum PT Technocoal Utama prima dan PT Indonesia Coal Development, Fredrik Pinakunary dalam Eksepsi dan jawaban pokok perkara No.605/Pdt.G/2011/Pn.Jkt.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Dalam perkara No.605/Pdt/G/2011/PN.Jkt.Sel, antara para pemegang saham PT Ridlatama Trade Powerindo, Ani Setiawan sebagai penggugat I dan Florita sebagai penggugat II melawan tergugat I, PT Technocoal Utama Prima, tergugat II, PT Indonesia Coal Development dan tergugat III, Ridlatama Trade Powerindo. Dalam perkara ini terjadi persengketaan hibah saham .
Pada 2007, para pemegang saham PT Indonesia Coal Development bermaksud membeli 75% saham atau senilai US$375 ribu milik para penggugat dengan cara hibah kepada pihak yang ditunjuknya yakni PT Techno Coal. Dalam dokumen disebutkan atas dasar kepercayaan karena melihat PT Indonesia Coal merupakan anak usaha dari Chruchill Mining, para penggugat menyetujui pengalihan dan pembelian saham tersebut meskipun belum menerima pembayaran. Pada 26 November 2007, para penggugat melakukan hibah berdasarkan Akta Hibah No 21 dan 22 sehingga 75% saham tersebut beralih kepada PT Techno Coal.
Fredrik menjelaskan tidak ada kewajiban bagi para tergugat untuk melakukan pembayaran kepada para penggugat, baik menurut perjanjian investor dan perjanjian lainnya.”Satu-satunya kewajiban pembayaran dalam perjanjian investor adalah dari tergugat I dan tergugat II.
Pembayaran tersebut juga telah dilakukan . Oleh sebab itu, para tergugat tidak melakukan perbuatan melawan hukum ssebagaimana gugatan penggugat.”
Gugatan para penggugat, lanjut Fredrik, gagal dalam membuktikan bahwa ada suatu tindakan yang bersifat melawan hukum atau curang yang dilakukan para tergugat dan majelis hakim yang terhormat wajib menolak atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan a quo tidak dapat diterima karena salah satu syarat perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi.
Kuasa hukum para tergugat itu menambahkan para penggugat dan tergugat I dengan bebas dan sukarela menandatangani akta-akta hibah tersebut secara sah. “Tergugat II bukanlah pihak dalam akta-akta hibah tersebut. Oleh sebab itu, tidak mungkin ada suatu kesalahan atau kelalaian yang dilakukan para tergugat.”
Sebelumnya kuasa hukum Ani Setiawan dan Florita, Rendy Kailimang dari Kantor Hukum Kailimang dan Pontoh, mengatakan PT Techno Coal Utama Prima dan PT Indonesia Coal Development telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dengan mengambilalih 75% atau 7500 lembar saham PT Ridlatama Tambang Mineral.
Rendy menjelaskan pada 28 November 2007 para pihak kembali menandatangani perjanjian investasi yang isinya mengesahkan kembali janji-janji para tergugat terkait minat investasi.
Salah satu klausula dalan perjanjian investasi tersebut dijelaskan PT Techno Coal telah membayar secara penuh atas pengambilalihan sahan milik para penggugat. Namun, pada kenyataanya sampai dengan gugatan ini diajukan penggugat mengklaim belum pernah menerima pembayaran tersebut.(msb)