Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GRASI CORBYPertukaran dengan ekstradisi nelayan tak setimpal

 

 

JAKARTA: Pemberian pengurangan hukum atau grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama lima tahun terhadap terpidana kasus narkotika asal Australia Schapelle Corby dinilai janggal. 
 
Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juana menyatakan kejanggalan pertama adalah para WNI yang ditahan oleh otoritas Australia adalah para nelayan yang karena upah tidak seberapa melakukan penyeberangan bagi imigran gelap dari Indonesia ke Australia. 
 
“Nelayan bukanlah pimpinan sindikat atau aktor intelektual sehingga kejahatan yang dilakukan tidak sepadan dengan kejahatan yang dilakukan oleh Corby yang dapat merusak generasi muda,” ujarnya saat dihubungi lewat sambungan teleponnya hari ini.
 
Alasan kedua, jelasnya, tanpa pemberian Grasi terhadap Corby, pemerintah Australia akan mengembalikan para nelayan. Hal ini dikarenakan jumlah nelayan telah mencapai ratusan orang dan akan menjadi beban bagi Australia. 
 
"Baik secara keuangan maupun fasilitas penampungan di Australia," tegasnya. 
 
 Hikmahanto menambahkan pada dasarnya  pemerintah Australia di mata dunia dianggap melanggar HAM terkait penahanan ratusan nelayan Indonesia ini. Para nelayan ditahan tanpa diketahui kapan akan disidang.
 
 Kesepakatanan antara pemerintah Australia dengan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan para nelayan adalah pemerintah Indonesia akan melakukan proses hukum terhadap mereka sesampainya di Indonesia.
 
Oleh karena itu , masih menurut Hikmahanto, pemerintah Australia telah memesan pasal dalam UU Imigrasi yang baru untuk mengkriminalkan para pelaku penyelundupan manusia, termasuk para nelayan.
 
Alasan ketiga, paparnya, seorang Corby seolah dibarter dengan ratusan tahanan asal Indonesia. Artinya seorang warga Australia berharga sama dengan ratusan warga Indonesia. Pemerintah melakukan transaksi namun tidak sebanding. 
 
“Ini seperti menyerah pada tekanan Australia,” pungkasnya.
 
Sementara itu ditemui pada kesempatan berbeda Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin  beralasan pemberian grasi itu karena pertimbangan bahwa jenis narkoba yang menyebabkan Corby dihukum yaitu ganja tidak termasuk jenis pelanggaran hukum yang berat.
 
“Banyak perkembangan di dunia yang melatarbelakangi keputusan itu. Di berbagai negara di dunia, tidak menerapkan hukuman yang keras untuk produk narkoba jenis ganja,” ujarnya. 
 
Bahkan, lanjut Amir, beberapa negara di dunia tidak menganggap membawa atau mengkonsumsi ganja sebagai bagian dari tindak pidana. Namun, Amir menegaskan peraturan di berbagai negara itu tidak mempengaruhi kedaulatan hukum Indonesia.
 
“Selama undang-undang kita [soal narkoba dan ganja] belum berubah, itu masih bentuk kejahatan. Kita hanya mengurangi,” kata Amir.
 
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi atau pengurangan masa tahanan kepada terdakwa kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby. Presiden memberikan Corby grasi lima tahun dari total vonis penjara selama 20 tahun.
 
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, Grasi dari Presiden ini mempertimbangkan sistem hukum Indonesia dan warga negara Indonesia (WNI) di Australia yang juga tengah menjalani masa hukuman di sana.
 
Corby divonis selama 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Denpasar, karena terbukti membawa marijuana atau ganja seberat 4,2 kilogram saat berkunjung ke Bali. Dia kini ditahan di Penjara Kerobokan Bali.(sut)
 
 
 
 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Giras Pasopati
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper