Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

 

“Aku mau lihat mami. Mami Tya, bangun dong, kok tidurnya di situ?,” ucap Nico (5), sambil mengetukkan jari mungilnya ke peti jenazah mendiang mami tercintanya Aditya Recodianty.

 

Sebagian besar para pelayat tak kuasa menahan tangis saat mendengar ucapan polos bocah taman kanak-kanak itu. Nico adalah anak semata wayang Aditya.

 

Ayah Aditya, Helmi Saleh, yang selama ini berupaya tegar, juga tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Matanya tampak berkaca-kaca. Sementara Susan, ibunda Aditya, terduduk lemah di sisi peti jenazah.

 

Aditya Recodianty, yang akrab dipanggil Tya, merupakan pramugari Sky Aviation yang tewas dalam tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di sekitar kawasan Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat pada 9 Mei lalu.

 

Sejak pagi hari tadi, Rabu 23 Mei 2012, para pelayat sudah berdatangan ke rumah duka baik tetangga, rekan kerja almarhumah, maupun teman-teman kuliah Tya di Universitas Kristen Indonesia (UKI).

 

Sekitar pukul 11.30 WIB, mobil ambulans yang membawa jenazah dari Halim Perdanakusuma tiba di rumah duka di Jalan M Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Rumah orang tua Tya ini tepat berada di sebelah rumah orang tua saya.

 

Isak tangis pelayat tak terbendung saat peti jenazah diturunkan dari ambulans. “Tya, Tya, gak nyangka bisa seperti ini. Jadi inget waktu kuliah dia pinter banget dan pergaulannya luas,” ujar seorang rekan Tya sambil mengusap air mata.

 

Di mata para tetangga, Tya adalah sosok yang cantik, sopan, dan ramah. Di tengah jadwal terbang yang padat, dia selalu menyempatkan diri bersosialisasi dengan tetangga.

 

Helmi Saleh—yang biasa dipanggil Buyung—mengaku tidak punya firasat apa pun terkait dengan kematian putrinya. Apalagi sudah hampir 2 tahun dia menetap di Kuala Lumpur. Praktis intensitas pertemuan dengan Tya menjadi berkurang.

 

“Terakhir kali saya komunikasi dengan dia sekitar 2 bulan lalu lewat sms. Waktu itu dia bilang mau pergi umrah,” ujar Helmi.

 

Menurut Helmi, meski masih usia muda 30 tahun, Tya sudah empat kali pergi umrah, dan satu kali naik haji.

 

Berbeda dengan Helmi, guru TK tempat Nico belajar justru merasakan adanya firasat itu.

 

Tiga hari menjelang terbang bersama Sukhoi, Tya sempat mengantarkan Nico sekolah. Biasanya, setiap kali mengantar sekolah, kepada guru Tya selalu berkata “Bu, kalau saya terbang, tolong titip Nico ya.”

 

Namun kali itu Tya tidak mengucapkan kata ‘terbang’ dan menggantinya dengan kata ‘tidak ada’.

 

“Bu, kalau saya tidak ada, tolong titip Nico ya,” ujar seorang guru menirukan ucapan Tya.

 

Kini, para guru tidak akan pernah lagi mendengar suara lembut Tya. Nico pun tidak akan pernah lagi diantar oleh mami tercinta.

 

Seusai disalatkan di Mesjid Al-Muttaqin setelah Asar, jenazah Tya langsung diberangkatkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir di pemakaman umum Menteng Pulo.(msb)

 

SITE MAP:

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Afriyanto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper