JAKARTA: Upaya advokasi kreatif dalam menangani eks pelaku konflik dan radikalisme menjadi salah satu pilihan tindakan bagi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengintegrasikan mereka kembali ke masyarakat.Hal ini menjadi salah satu topik bahasan pertemuan bertajuk “Temu Nasional Jaringan Kerja Masyarakat Sipil Untuk Perdamaian”, yang diprakarsai leh Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP) di Semarang sejak 7-10 Mei 2012 yang diikuti 37 organisasi masyarakat sipil di Indonesia.Menurut Direktur YPP Noor Huda Ismail yang disebut dengan advokasi kreatif ini, bentuknya bisa saja sederhana, namun dapat menimpulkan dampak positif yang besar. Dia mencontohkan bentuk advokasi kreatif itu dengan apa yang sudah dilakukan oleh YPP, yakni mendirikan sebuah kafe di Semarang yang dikelola oleh eks pelaku radikalisme. “Dengan mengelola kafe, mereka jadi terbiasa menghadapi pelanggan yang datang berbagai latar belakang, suku dan agama, mereka belajar menghargai indahnya perbedaan dari sana,” kata dia. Bentuk advokasi kreatif lain bisa dilakukan dengan pelatihan menulis bagi kalangan muda dan komunitas yang rentan konflik serta eks pelaku konflik, dan pembuatan film bersama antara kubu yang berkonflik. “Menulis menuntun mereka untuk berpikir sistematis, pembuatan film atau lewat pementasan kesenian juga dapat mengingatkan mereka indahnya bekerja sama dan hidup berdampingan.”
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas program bersama lintas organisasi untuk perdamaian dan penyelesaian konflik di berbagai daerah yang masih terus terjadi.Program ini dimulai dengan proses identifikasi dan pemetaan konflik, dan bagaimana menyelesaikannya, jaringan ini diharapkan mempermudah kerja dan upaya perdamaian.“Kami belajar bersama dan saling bertukar pikiran serta pengalaman dalam menangani konflik di daerah masing-masing, ” ujar Noor Huda.
Dipicu berbagai hal
Dia mengatakan, berbagai macam konflik di Indonesia yang berhasil dipetakan, dipicu oleh berbagai hal, antara lain berbasis sumberdaya alam, agama, politik, dan sosial budaya.
Kemudian juga konflik yang berkaitan dengan isu perburuhan, di mana bisa terjadi saling keterkaitan satu sama lain.Temu nasional kali ini merupakan kedua kalinya, setelah ajang serupa di Bogor, pada Juli 2011 lalu, terjadi peningkatan jumlah peserta dari 22 menjadi 37 organisasi masyarakat sipil.Para agen perdamaian datang dari berbagai belahan kota di Indonesia, utusan dari enam region, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, NTB dan Madura, Sulawesi, Maluku dan Papua. (Bsi)