SANGALAKI, Berau: Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan melepaskan sekitar 2.000 ekor anak penyu di Pulau Sangalaki, Berau, Kalimantan Timur, sebagai bentuk dukungan terhadap upaya konservasi terhadap satwa yang dilindungi tersebut.
Kegiatan pelepasan anak penyu (tukik) tersebut dilakukan Zulkifli secara simbolis dalam rangkaian kunjungan ke Berau, selain melakukan penanaman pohon mangrove di Tanjung Batu, Derawan.
Zulkifli mengatakan tugas dan fungsi Kementerian Kehutanan saat ini salah satunya adalah memperkuat perlindungan terhadap satwa-satwa yang dilindungi seperti orangutan, penyu, harimau Sumatera dan lainnya, selain menanam.
"Penyu ini satwa yang dilindungi, masuk kategori apendix 1. Tentu kami dukung upaya-upaya konservasinya. Silahkan mengajukan anggaran, untuk upaya konservasi yang melibatkan masyarakat setempat," kata Zulkifli, didampingi Bupati Berau Makmur H.P.K, Ketua Komisi IV DPR Romahurmuzy dan CEO Berau Coal Rosan P. Roeslani, Selasa 8 Mei 2012.
Zulkifli mengatakan tindakan perdagangan telur penyu yang dikonservasi merupakan kegiatan ilegal dan sejauh ini berhasil ditekan. "Penyu yang diternak boleh dikonsumsi, kecuali penyu yang dikonservasi."
Kepala Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam Kaltim Tandya Tjahjana menjelaskan aksi perdagangan telur penyu di Samarinda dan Berau yang dahulu marak, sekarang sudah berhasil ditekan.
"Hama penyu adalah manusia, sekarang trennya berkurang. Kebanyakan telur penyu dijual ke China," tambah Direktur Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung Kemenhut, Bambang Supriyanto.
Secara administrasi Pulau Sangalaki terletak di Kecamatan Pulau Derawan, Berau dan telah ditunjuk sebagai Taman Wisata Alam (TWA) melalui Keputusan Menteri Pertanian pada 1982. Luas pulau ini sekitar 280 ha dengan daratan sekitar 10%, sisanya lautan.
Di TWA Sangalaki ada sekitar 4000-5000 ekor penyu. Satwa yang dilindungi ini bertelurnya umur 26-40 tahun. Diperkirakan jangka waktu reproduksi penyu hijau 17 tahun hingga 33 tahun.
Adapun penyu sisik jangka waktu reproduksi sekitar 35 tahun. Sedangkan tingkat keberhasilannya adalah 1:1000.
Rosita, mediator Yayasan Penyu Berau mengakui aksi pencurian telur dan aktivitas nelayan yang menggunakan dinamit bisa mengancam upaya konservasi.
Di satu sisi, pihaknya saat ini mengalami kesulitan pembiayaan untuk meningkatkan upaya konservasi terhadap penyu di Sangalaki dan pulau di sekitarnya, seperti di Pulau Blambangan.
"Kami akan ajukan proposal ke Menteri Kehutanan untuk peningkatan konservasi penyu disini."
Direktur Yayasan Penyu Berau, Ahang mengatakan berdasarkan data selama 9 tahun, populasi penyu di pulau ini cenderung tidak turun dan tidak naik.
"Jumlah telur penyu di Sangalaki 2.286.091 telur per tahun. Ada sekitar 24 sarang telur penyu per malam, satu sarang itu bisa 100 telur penyu. Jumlah yang lebih besar lagi ada di Pulau Bilang-Bilangan," paparnya. (Bsi)