JAKARTA: Upaya perdamaian dalam perkara perdata gugatan ganti rugi kebakaran hutan sagu yang diajukan warga Papua menemui jalan buntu (deadlock) dan para pihak siap melanjutkan proses persidangannya.“Sampai sekarang belum ada perdamaian, padahal waktu yang diberikan majelis hakim untuk melakukan mediasi, antara pengggugat dengan tergugat sudah berakhir,” ungkap kuasa hukum warga Papua, Cosmas Refra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 26 Maret 2012.Kasus ini berawal dari gugatan warga Papua terhadap British Petroleum, PT Buma Kumawa Sorong dan PT Pertamina untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp620 miliar karena dinilai bertanggung jawab atas kerusakan tanaman hutan sagu seluas 1.512 hektare (ha) milik masyarakat setempat.Menurut Cosmas, kuasa hukum tergugat tidak bisa meyakinkan kliennya untuk melakukan perdamaian. “Saya sudah berupaya untuk mendahulukan perdamaian, tapi kuasa hukum penggugat selalu mengulur-ulur waktu dengan dalih bahwa belum ada jawaban dari para pihak untuk damai,”katanya.Kuasa hukum warga Papua ini mengklaim telah mengajukan sejumlah saksi atau pejabat daerah setempat dan bukti berupa peta yang menunjukkan sejumlah lokasi hutan sagu yang mengalami kerusakan akibat eksploitasi gas alam cair LNG Tangguh.
“Tergugat minta ditunjukkan peta lokasinya, kami sudah sampaikan, tapi tergugat sampai berakhirnya masa mediasi belum juga menunjukkan itikadnya untuk berdamai,”katanya.Kuasa hukum British Petroleum (BP), Ferry Sitohang, mengatakan siap untuk melanjutkan proses sidang karena jangka waktu untuk mediasi sudah berakhir. “Kami siap untuk melanjutkan pada sidang yang memeriksa materi perkaranya,”katanya kepada Bisnis.Kebuntuan perdamaian, lanjutnya, karena belum diperoleh kepastian adanya peristiwa kebakaran hutan sagu di lahan milik penggugat.“Klien kami belum memperoleh bukti yang kuat yang menunjukkan adanya peristiwa kebakaran akibat adanya eksploitasi gas alam cair tersebut,” katanya. (ra)