JAKARTA: Dalam usia 65 tahun, postur pengusaha senior sekaligus politisi Golongan Karya Aburizal Bakrie masih kokoh, tangannya kekar padat berotot pada usia ketika sebayanya sudah gerah untuk bergerak lincah.
Tak banyak yang tahu, di pinggangnya sampai sekarang melekat erat obi (sabuk) hitam Dan VI karate. Obi hitam adalah idaman seluruh karateka. Hitam merupakan tingkat sabuk paling akhir dari enam obi.
Sebagai anak elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), politisi yang akrab disapa Ical tersebut menuntut ilmu langsung dari Horyu Martsuzaki, guru besar Kushin-Ryu Karate-Do asal Jepang yang datang ke Bandung pada 1967.
Aliran KKI yang dianut Ical adalah Kyokushin yang masih berpegang teguh pada sistem tradisional, terlihat dari sistem pertandingan kumite pada kejuaraan Kyokushin yang menerapkan pertarungan full contact dan boleh membuat Knock Out (KO) lawan.
Dengan sifatnya yang berbasis pertarungan nyata, aliran ini merupakan beladiri militer di Komando Pasukan Khusus (Kopasus), kavaleri, dan lainnya.Dalam pertandingan pun adu jotos dan kaki benar-benar terjadi.
Aburizal Bakrie merupakan satu di antara murid-murid pertama Horyu Martsuzaki yang kini menjadi pengusaha, pejabat dan politisi penting seperti Oesman Sapta Odang, Arifin Panigoro, Marzuki Darusman.
Ical bertutur saat masih kuliah, dia biasa berlatih Karate seusai sholat Subuh, tidur hingga pukul 10 dan belajar pada 11. Hal yang rutin dia lakukan hingga lulus sebagai sarjana pada 1973.
Lepas kuliah, Ical sebagai sulung dari keluarga Achmad Bakrie, pendiri Kelompok Usaha Bakrie yang kini telah menggurita, namun ditinggalkannya sejak 2004 karena menjadi menteri dan benar-benar sebagai politisi ketika terpilih sebagai Ketum Golkar.
Meski demikian, ada hal yang ternyata membuatnya merasa harus pulang kampung ke dojonya membangun Kushin-Ryu Karate-Do, setelah rekannya Oesman Sapta Odang membangun dojo KKI yang merupakan dojo karate terbesar di dunia.
Ical memilih mendukung digelarnya kejuaraan karate yang memang membutuhkan dana cukup besar. Dia pun menggelar kejuaraan Nasional Karate Mahasiswa Bakrie Cup 2012, yang diikuti ratusan atlet dari berbagai perguruan tinggi pada akhir pekan lalu di kampus ITB.
Menurut Ical, memilih karate sebenarnya didasarkan pada tiga alasan.
Pertama, turnamen karate di kalangan mahasiswa memang perlu diperbanyak. Pasalnya, karate mampu membentuk karakter manusia berjiwa sportif, terutama dalam menghadapi kehidupan nyata.
Kedua, karate mampu membentuk manusia Indonesia yang rendah hati, tapi tetap berani dalam berkata dan bersikap benar dan yang ketiga karena dia seorang karateka. “Saya berkewajiban mengembangkan dan memajukan olahraga ini sampai ke tingkat internasional.”
Seusai Kejurnas, pihaknya akan melakukan evaluasi baik dari segi teknik, fisik, dan terutama stamina atlet bekerja sama dengan pihak PB Forki (Pengurus Besar Federasi Olahraga Karate Indonesia) untuk proses evaluasi pemilihan atlet, khususnya atlet yang akan diterjunkan di Kejuaraan Dunia di Slovakia pada Juni 2012.
Bukan hanya Kejuaraan Dunia Karate Mahasiswa di Slovakia pada Juli nanti yang menjadi bidikan Bakrie Cup. Menurut Ical, Kejuaraan Karate Mahasiswa Asia Tenggara 2013 juga punya gengsi yang tak kalah dari Kejuaraan Dunia itu.
Bagi Ical, cabang olah raga karate ini merupakan cabang dengan anggota terbesar secara resmi dan perkembangannya menyeluruh hampir di setiap penjuru daerah di Indonesia.
Dengan kenyataan ini, dia berharap Kejuaran Karate Bakrie Cup ini bisa menjadi event kontinyu yang bisa diselenggarakan setiap tahun.
“Prestasi olah raga karate di Indonesia pun cukup cemerlang. Di SEA Games kemarin mereka meraih 10 emas dari target enam medali emas. Ini luar biasa dan merupakan prestasi yang perlu mendapat perhatian lebih,” ujarnya.
Soal komitmen? Masih ingat dengan petenis nasional Yayuk Basuki meraih emas pada Asian Games Beijing 1990. Ical adalah ‘bapak angkat’ Yayuk ketika itu hingga bisa mencapai babak perempat final Wimbledon 1997. ([email protected])