Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Monopoli kepemilikan frekuensi penyiaran sudah mengkhawatirkan

JAKARTA: Monopoli kepemilikan frekuensi lembaga penyiaran benar-benar terjadi dan telah merugikan kepentingan publik selaku pemilik frekwensi itu sendiri.

JAKARTA: Monopoli kepemilikan frekuensi lembaga penyiaran benar-benar terjadi dan telah merugikan kepentingan publik selaku pemilik frekwensi itu sendiri.

 

Demikian dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Hanif Suranto, menanggapi fenomena bermunculannya kelompok media besar yang menguasai wilayah udara milik publik.

 

Bahkan, ujarnya, kepemilikan silang sudah terjadi di mana-mana, terutama di daerah-daerah ketika televisi-televisi lokal sudah dikuasai oleh grup besar.

 

"Padahal semuanya itu jelas-jelas melanggar Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran," ujar Hanif yang menjadi saksi ahli dalam sidang uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini.

 

Uji materi kali ini mendengarkan keterangan saksi ahli termasuk di antaranya anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat.

 

Menurut Hanif,  UU Penyiaran telah dilanggar secara sistematis dan karena itu praktik salah tersebut perlu dikoreksi. "Hal ini penting dilakukan, selain untuk menghormati UU yang ada, juga karena pelanggaran ini semakin marak terjadi menjelang Pemilu 2014, dimana para pemilik media memiliki afiliasi politik, dan jika ini dibiarkan akan terjadi penunggangan opini publik.”

 

Sejalan dengan pendapat Hanif, pengamat politik dari The Habibie Center (THB), Bawono Kumoro menyatakan peran media yang masif sebagai alat kampanye sangat berbahaya bagi eksistensi partai politik dan demokrasi.

 

Parpol yang mestinya jadi instrumen utama untuk agregasi ke publik, ujarnya, seharusnya tidak diganti dengan jaringan trasnmisi media yang luas.

 

"Ini bahaya buat demokrasi. Parpol bisa mengalami disfungsi dan lama lama bangkrut akibat media," ujarnya. Namun demikian dia mengatakan seberapa pengaruh media massa terhadap elektabilitas calon presiden maupun pemenangan parpol dalam Pemilu masih perlu diuji.(ea)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper