Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dunia dihantui pemblokiran website

Berdasarkan laporan terbaru Komite Perlindungan Jurnalis (The Committee to Protect Journalists/CPJ), sejumlah negara di kawasan Asia dan Timur Tengah menerapkan regulasi yang sangat kaku terhadap keberadaan Internet dan konten di dalamnya.Negara tersebut

Berdasarkan laporan terbaru Komite Perlindungan Jurnalis (The Committee to Protect Journalists/CPJ), sejumlah negara di kawasan Asia dan Timur Tengah menerapkan regulasi yang sangat kaku terhadap keberadaan Internet dan konten di dalamnya.Negara tersebut memblokir hampir jutaan website setiap tahunnya. Alasan pemblokiran tersebut banyak ragamnya, seperti adanya kekhawatiran dari pemerintah setempat atas propaganda yang mempengaruhi opini masyarakat sehingga menimbulkan gejolak atau semacam perlawanan.Alasan lainnya yang lebih masuk akal adalah karena website yang ada cenderung memberikan pengaruh yang buruk bagi pengaksesnya, seperti pornografi maupun perjudian.Setidaknya ada 10 negara di dunia yang menerapkan kebijakan Internet sangat ketat, menurut laporan CPJ, yaitu Korut, Myanmar, Kuba, Arab Saudi, Iran, China, Suriah, Tunisia, Vietnam, dan Turkmenistan.Di Turkmenistan, tarif Internet sengaja ditinggikan oleh pemerintah, agar masyarakatnya enggan untuk menggunakan teknologi tersebut. Di negara itu hanya ada satu penyelenggara jasa Internet milik pemerintah, serta ribuan website Internet yang diblokir, termasuk website milik organisasi HAM dan media massa.Pemerintah juga memiliki otoritas mengawasi dan memonitor akses akun e-mail, baik Gmail, Yahoo, dan Hotmail.Setali tiga uang, pemerintah Vietnam juga memerintahkan Yahoo, Google, dan Microsoft memberikan informasi mengenai isi blog yang menggunakan platform mereka.Pemerintah juga memiliki hak eksklusif memantau konten Internet, memblokir website yang mengkritisi kebijakan pemerintah Vietnam, memblokir website organisasi HAM internasional, dan lainnya.Adapun, di Tunisia, seluruh penyedia jasa Internet (internet service provider/ISP) harus memberikan laporan kepada pemerintah negara itu mengenai alamat protokol Internet dan informasi pribadi semua blogger dan mengawasi kontennya.Seluruh trafik Internet yang masuk dan keluar negara itu harus melalui gerbang sentral di mana pemerintah bisa mengawasi, memfilter, bahkan memblok-nya, termasuk konten e-mail sekalipun.Pemerintah Tunisia juga sudah memblokir ribuan website seperti pornografi, mesin pencari, dokumen online, layanan konversi dan terjemahan, serta peer to peer dan FTP transfer.Suriah lebih 'ganas' lagi dalam memperlakukan pengguna Internet. Blogger yang mengekspresikan ketidaksenangan kepada pemerintah ditangkap dan dipenjara. Demikian halnya website yang mengkritisi pemerintahan juga diblokir. Pemilik kafe Internet di negara itu wajib memberlakukan pengunjungnya meninggalkan identitas, registrasi nama, dan waktu penggunaan secara ketat, selanjutnya melaporkannya kepada pemerintah.Hal yang sama dilakukan pemerintah China, negara yang paling ketat dalam mensensor konten Internet. Jutaan website bahkan diblokir pemerintah negara itu, menghapus konten atau email yang dianggap mengganggu ketenangan masyarakat, serta memblokir website yang berisi kemerdekaan Tibet, Taiwan, dan kekerasan polisi.Website lainnya yang diblokir adalah web yang mengandung konten protes Tiananmen 1989, pernyataan kemerdekaan, pornografi, sumber berita internasional, dan website yang berisi propaganda.Lebih dari sejuta situs Internet ditutup di China tahun lalu, termasuk BBC berbahasa China, Facebook, Youtube, dan Twitter. Menurut Akademisi Ilmu Sosial China Liu Ruisheng, jumlah situs Internet berkurang 41% pada akhir 2010.Para aktivis hak sipil sudah lama mengecam kebijakan sensor China yang dikenal sebagai "Great Firewall of China" itu. Lebih dari satu juta situs Internet ditutup di China tahun lalu. Kalangan pejabat China memperketat regulasi terhadap Internet dalam beberapa tahun terakhir. Mereka mengadakan pemberangusan situs pornografi pada 2009. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Iran, Saudi, Kuba, Myanmar, dan Korea Utara yang menerapkan kebijakan dan pengawasan sangat ketat terhadap trafik Internet di negaranya.Bagaimana dengan di Indonesia? Pengguna Internet di Indonesia relatif lebih 'aman' dibandingkan dengan 10 negara di atas. Pemblokiran website pornografi saja baru dikampanyekan secara besar-besaran tahun lalu.Pembentukan polisi Internet seperti ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure information) pun tidak serta merta pengguna Internet menjadi terpasung, miskin kreativitas, dan terkekang dalam menyampaikan pendapatnya.Sampai saat ini, pengguna Internet dan blogger masih bebas menyampaikan kritikannya kepada penguasa, baik lewat situs jejaring sosial, maupun tulisan di blog. Indonesia memberi keleluasaan yang sangat besar kepada sekitar 30 juta pengguna Internet di Tanah Air.Namun, kampanye antipornografi di Internet ternyata memakan korban hingga jutaan situs, termasuk situs yang bukan masuk kategori tersebut pun ikut terbloklir.Menurut Wakil Ketua ID-SIRTII Muhammad Shalahuddin, domain negatif dari berbagai kategori itu jumlahnya selalu naik turun, dinamis, tidak statis, jadi sulit dibilang berapa yang sudah dan harus diblokir. "Namun saya kira kalau bulanan ya ratusan ribu terkait pornografi, meski ada jutaan database pasif yang di filter," tuturnya.Terkait dengan maraknya pemblokiran website di China, Shalahuddin menilai berita seperti itu cenderung mislead, karena berita itu sudah diarahkan untuk justifikasi atau untuk memojokkan pemerintah China sebagai antidemokrasi karena melakukan filtering."Padahal kalau dilihat sebenarnya sebagian besar yang difilter China itu situs porno dan judi, serta hanya sebagian yang politik, dibandingkan Amerika Serikat yang men-shutdown, menangkap situs-situs anti-Amerika dengan tudingan teroris itu nyaris sama saja," katanya.Indonesia boleh jadi merupakan surga bagi pengguna Internet. Hal itu bisa karena dua alasan, yaitu pengguna Internet di Indonesia makin bijaksana atau regulasi cyber law Indonesia yang masih belum siap.Buktinya, maraknya pemblokiran pornografi nampaknya tidak diikuti oleh semua penyelenggara jasa Internet maupun operator yang memberikan layanan Internet. Layanan e-commerce dari Indonesia yang menggunakan fasilitas Paypal juga masih tertolak karena maraknya cyber crime di Tanah Air. So, pilihannya adalah mengikuti 10 negara represif di atas, atau berubah dari diri sendiri menjadi pengguna Internet yang sehat.([email protected])

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Nadya Kurnia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper