Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Digugat masyarakat adat, Gunung Banyan terancam rugi Rp20 miliar

JAKARTA: PT Gunung Banyan Pratama Coal dan PT Diva Kencana Borneo terancam kerugian Rp20 miliar akibat gugatan dari beberapa masyarakat adat yang merasa dirugikan oleh perusahaan tersebut. PT Gunung Banyan Pratama Coal dan PT Diva Kencana Borneo dituduh

JAKARTA: PT Gunung Banyan Pratama Coal dan PT Diva Kencana Borneo terancam kerugian Rp20 miliar akibat gugatan dari beberapa masyarakat adat yang merasa dirugikan oleh perusahaan tersebut. PT Gunung Banyan Pratama Coal dan PT Diva Kencana Borneo dituduh telah melakukan eksplorasi tambang tanpa izin di atas tanah ulayat (tanah adat milik masyarakat) yang ahli warisnya dikuasai oleh para penggugat yaitu Regam Bin Lemuyaq, Martin Bin Kauk, Mewen Bin Kauk, dan Syukur Bin Kauk."Ini merupakan perbuatan melawan hukum, yang kita gugat PT Gunung Bayan dan PT Diva Kencana Borneo, alamat mereka keduanya di Jakarta Selatan, jadi kita gugat disini," Ujar Hor Agusmen Girsang, kuasa hukum penggugat, pada Bisnis seusai sidang hari ini.Kedua perusahaan tersebut, jelasnya, telah melakukan eksplorasi tanpa izin pada tanah milik masyarakat. Tanah ini dimiliki masyarakat selama bertahun-tahun. Yang terjadi kemudian penggugat menyerobot tanah tersebut.Selama ini, sambungnya, penggugat menyatakan sudah melakukan pembayaran atas tanah tersebut. Akan tetapi, pembayaran dilakukan kepada siapa tidak diketahui.Penyerobotan lahan tersebut terjadi di wilayah pertambangan tergugat di Kalimantan timur.Di sisi lain Kivanya Bakrie, kuasa hukum tergugat, hingga berita ini diturunkan dihubungi lewat telepon selulernya, belum dapat dimintai konfirmasinya terkait perkara gugatan ini. Perkara bermula dengan adanya gugatan dari Regam Bin Lemuyaq, Martin Bin Kauk, Mewen Bin Kauk, dan Syukur Bin Kauk terhadap PT Gunung Bayan Pratama Coal dan PT Diva Kencana Borneo sebagai tergugat I dan II.Para penggugat mengklaim sebagai pemegang hak atas tanah ulayat (tanah adat milik masyarakat) di kawasan Siluk Ngurai, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Para tergugat merupakan pewaris tanah tersebut yang diresmikan oleh Putra Mahkota Sultan Kutai Kartanegara.Yang terjadi selanjutnya para tergugat tanpa persetujuan para tergugat telah melakukan kegiatan penambangan dan pengeboran di tanah ulayat milik para penggugat. Selain itu, para tergugat juga tidak pernah menunjukkan salinan izin dari pemerintah.Tindakan ini dianggap telah melanggar hukum dan ketentuan dalam hukum adat dan undang-undang yang berlaku. Atas pelanggaran tersebut para penggugat berulang kali menyampaikan keberatan kepada tergugat tapi tidak dihiraukan.Kemudian pada 11 Februari 2003, diadakan pertemuan antara kedua belah pihak dan juga tokoh masyarakat. Pada pertemuan tersebut para tergugat sepakat untuk melakukan topografi dan patok tapal batas. Akan tetapi hal tersebut juga tidak dilakukan.Aktivitas tergugat menimbulkan dampak pada lingkungan. Pada 16 April 2008, pemerintah pusat mengambil sikap yang meminta tergugat I membuat MOU dengan masyarakat adat sekaligus menghentikan pencaplokan dan manipulasi data tanah milik masyarakat adat.Hingga saat ini penggugat tidak melakukan tindakan apapun sebagai itikad baik atas anjuran pemerintah tersebut. Penggugat akhirnya mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan tuntutan ganti rugi materil Rp10 miliar dan ganti rugi immateril Rp10 miliar. (ea)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper