JAKARTA: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan tindakan Gayus Halomoan Tambunan, Maruli Pandapotan, Humala Napitupulu dan Bahasyim Assifie yang mudah melakukan tindakan korupsi karena undang-undang perpajakan.
"Amendemen UU Perpajakan sekarang juga [karena] selama ini UU Perpajakan Nomor 28 tahun 2007 [tata cara perpajakan] jauh dari pengawasan publik," ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi, hari ini. Saat ini, katanya, partisipasi masyarakat untuk ikut dalam pengawasan penerimaan negara tidak ada. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saja memiliki keterbatasan melakukan audit terhadap wajib pajak atas setoran kepada kas negara. "Jadi, berapa setoran pajak yang masuk ke kas negara dari wajib pajak hanya Dirjen Pajak saja yang tahu sehingga rentan terjadinya penyimpangan pajak," jelasnya. Dia mencontohkan berdasarkan hasil audit semester I/2010 BPK ditemukan ada penerimaan negara yang menguap sebesar Rp3.9 triliun. Dana yang menguap itu berasal dari 39.094 transaksi yang tidak bisa dijelaskan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, ada sebesar Rp2.4 triliun potensi penerimaan negara menguap gara-gara tidak menyertakan kode nomor transaksi penerimaan negara (NTPN), nomor transaksi bank (NTB), dan nomor transaksi pos (NTP) yang menjadi syarat pengesahan penerimaan pajak melalui bank atau pos persepsi sebagai mana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara. "Hal-hal inilah yang dijadikan peluang pegawai pajak macam Gayus melakukan korupsi." (ea)