Kabar24.com, JAKARTA – Rusia mengatakan akan membalas pengusiran besar-besaran terhadap diplomatnya oleh negara Barat atas peracunan mantan mata-mata ganda Rusia Sergei Skripal di kota Salisbury, Inggris.
Perselisihan London dengan Moskwa, setelah Inggris menuding Rusia menggunakan zat saraf untuk meracun Skripal dan putrinya, bergulir menjadi kumpulan gerakan antarbangsa untuk menghukum Kremlin.
Beberapa negara sahabat bahkan ikut melakukan pengusiran terhadap diplomat Rusia.
Menurut catatan hingga Rabu, Slovakia, Malta, dan Luksemburg memanggil pulang duta besar mereka di Moskwa untuk berkonsultasi, sementara Montenegro mengatakan akan mengusir seorang diplomat Rusia.
Slovakia dan Montenegro, yang sama-sama anggota persekutuan NATO pimpinan Amerika Serikat, secara tradisional memiliki hubungan dekat dengan Rusia.
Tindakan politik terbesar datang dari Amerika Serikat, yang pada Senin mengatakan negara itu mengusir 60 diplomat Rusia. Langkah itu melemahkan harapan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membina hubungan bersahabat dengan Presiden AS Donald Trump.
Valentina Matviyenko, loyalis Kremlin dan ketua majelis tinggi parlemen, pada Rabu (28/3/2018) mengatakan Rusia akan melakukan pembalasan.
"Tentu saja, Rusia, sebagai langkah diplomatik, akan menanggapi secara seimbang dan memegang asas keseimbangan terkait jumlah diplomat," kata Valentina seperti dikutip kantor berita RIA.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan sebuah pesawat militer Rusia, untuk pertama kalinya sejak Perang Dingin, telah melakukan latihan terbang melalui Kutub Utara ke Amerika Utara.
Belum ada petunjuk bahwa penerbangan itu terkait dengan ketegangan antara Rusia dan Barat. Angkatan Laut AS sedang menggelar latihan selama 5 pekan di Lingkaran Kutub Utara.
Secara keseluruhan, ada lebih dari 100 diplomat yang diusir dari berbagai negara, dari Denmark hingga Australia. Langkah itu merupakan pengusiran terbesar diplomat Rusia oleh Barat sejak perang dingin.
Moskwa membantah berada di balik serangan terhadap Skripal dan putrinya serta mengatakan musuh menggunakan kejadian tersebut untuk menggerakkan gelombang "takut Rusia".