Kabar24.com, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan terjadi kerugian negara atau daerah sebesar Rp350 miliar akibat penyimpangan penyaluran kredit yang dilakukan oleh Bank Papua kepada dua debitur.
Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi mengatakan berdasarkan permintaan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri pada Januri dan Febriari 2017, jajarannya mulai melakukan audit investigasi guna menghitung kerugian negara atas dua kasus pidana pemberian kredit oleh Bank Papua.
Dua kasus tersebut, lanjut Eddy, yakni pemberian fasilitas kredit kepada PT Sarana Bahtera Irja dengan plafon sebesar Rp313,29 miliar berupa delapan fasilitas kredit investasi dan satu kredit modal kerja.
“Kasus lainnya yakni pemberian kredit kepada PT Vita Samudra pada 2013 dengan plafon Rp111 miliar berupa dua fasilitas kredit modal kerja,” ujar Eddy di Bareskmrim Polri, Kamis (15/6/2017).
Eddy melanjutkan, setelah melakukan audit, BPK menyimpulkan telah terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait kepada dua debitur tersebut.
Dalam kasus pemberian fasilitas kredit kepada PT Sarana Bahtera Irja, terjadi penyipangan pada tahap analisis dan persetujuan kredit seperti analisis kredit tanpa melakukan kunjungan lokasi, rekayasa data keuangan debitur, kelengkapan dokumen yang tidak memenuhi syarat, penetapan plafon yang tidak memperhatikan kebutuhan riil proyek dan nilai agunan yang tidak mencukupi.
Baca Juga
Selain itu, ada pula penyimpangan yang terjadi pada tahap pencairan dan penggunaan kredit karena proses penggelontoran kredit tetap dilakukan meskipun syarat-syarat pencairan tidak dipenuhi dan dana kredit tersebut sebagian digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai peruntukan.
Pada saat jatuh tempo, perusahaan tersebut pun tidak dapat melunasi kreditnya sehingga terdapat tunggakan pokok sebesar Rp222 miliar dan tunggakan bunga sebesar Rp18,25 miliar yang saat ini berstatus macet sehingga secara keseluruhan negara atau daerah dirugikan hingga rp270,26 miliar.
Penyaluran Kredit
Sementara, pada kasus penyaluran kredit kepada PT Vita Samudra, BPK menemukan terjadinya penyimpangan yakni pada tahap analisis dan persetujuan pemberian kredit di mana Bank Papua tidak melakukan analisis berdasarkan kunjungan ke lokasi, dan pemberian persetujuan kredit tidak didukung kajian dari Divisi Manajemen Risiko dan Manajemen Kepatuhan.
Selain itu penyimpangan juga terjadi pada tahap pencarian di mana proses tersebut tetap dilakukan meskipun belum memnuhi syarat efektif pencarian dan sebagian dari dana kredit digunakan bukan unutk hal-hal yang sesuai dengan tujuan pemberian kredit, bahkan ada yang digunakan untuk kepentingan pribadi.
Tidak berhenti sampai di situ, restrukturisasi juga diberikan meskipun tidak memenuhi persyaratan prospek usaha dan agunan. Pada saat jatuh tempo, perusahaan tersebut tidak dapat melunasi kreditnya sehingga terdapat tunggakan sebesar Rp73,09 miliar dan tunggakan bunga sebesar Rp16,03 miliar sehingga secara keseluruhan untuk pencairan kredit terhadap perusahaan ini, negara atau daerah menderita kerugian sebesar Rp89,13 miliar.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan sejauh ini pihaknya telah menetapkan satu orang tersangka yakni JK (Johan Kafiar) yang merupakan Direktur Utama Bank Papua saat pencairan kredit pada 2013 dan 2014.
“Kami juga sudah melakukan penyitaan empat kapal di Surabaya namun karena biaya operasional kapal terlalu tinggi kami sudah mengambil langkah melelang aset-aset tersebut dan kami juga tengah menargetkan pihak debitur serta korporasinya menggunakan UU tentang pencucian uang dan pidana korporasi,” pungkasnya.