Bisnis.com, JAKARTA— Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan masih ada potensi peningkatan cuaca ekstrem jelang akhir tahun hingga awal tahun baru 2023 nanti.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers virtual, Kamis (29/12/2022).
“Berdasarkan analisis terkini hari ini, 29 Desember kondisi dinamika atsmosfer di sekitar wilayah Indonesia masih cukup signifikan. Bahkan ada peningkatan curah hujan di beberapa wilayah hingga 1 Januari 2023,” papar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan peningkatan cuaca ekstrem terjadi lantaran berbagai fenomena yang terjadi bersamaan. Pertama aktifnya Monsun Asia, angin yang berasal dari Asia dan membawa uap-uap air yang melewati samudra Pasifik sebelum masuk ke Indonesia.
“Sehingga membawa uap air yang mendatangkan atau menjadikan musim hujan di wilayah Indonesia,” imbuh Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan angin Monsun Asia meningkat intensitasnya. Pihaknya juga telah mendeteksi peningkatan kecepatan angin dan curah hujan akibat fenomena tersebut, Kemudian, teridentifikasi masih aktifnya Madden Julian Oscillation (MJO) di Indonesia pada bagian selatan ekuator (khatulistiwa).
“Jadi Madden Julian Oscillation bahasa mudahnya adalah pergerakan gerombolan atau kumpulan awan-awan hujan dari samudra Hindia. Tepatnya di sebelah timur benua Afrika bergerak melintasi ekuator melintasi samudra Pasifik, tetapi saat ini sedang pada fase memasuki wilayah Indonesia dan berakibat meningkatkan curah hujan,” papar Dwikorita.
Dwikorita menambahkan bahwa ada peningkatan gelombang atmosfer di ekuatorial akibat gelombang Kelvin dan Rossby dalam sepekan terakhir hingga beberapa hari ke depan. Fenomena ini berkontribusi signifikan meningkatkan awan hujan dengan potensi curah hujan lebat hingga sangat lebat.
“Dan berpotensi menjadi ekstrem untuk wilayah strategis,” imbuhnya.
Selain itu, terdapat tekanan rendah di Australia yang memicu pertemuan daerah angin di sekitar wilayah bagian selatan ekuator yang dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah yang di lewatinya, mulai dari Jawa hingga Nusa Tenggara.
“Terakhir menguapnya udara dingin di dataran tinggi Tibet dan arus ekuatorial dalam beberapa hari terakhir masih terus aktif terjadi,” katanya.
Meskipun, lanjut Dwikorita, intensitas serukan udara dingin mulai melemah dibandingkan beberapa hari lalu. Menurutnya kondisi tersebut masih berkontribusi dalam peningkatan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat dan selatan ekuator.