Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Oposisi Ajukan Mosi Tak Percaya, PM Sri Lanka Terancam Digulingkan

Mosi tersebut diajukan di tengah aksi protes di seluruh negeri yang menuntut pengunduran diri Rajapaksa dan adiknya, Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Bendera nasional Sri Lankan/ Bloomberg-Taylor Weidman
Bendera nasional Sri Lankan/ Bloomberg-Taylor Weidman

Bisnis.com, JAKARTA - Partai oposisi utama Sri Lanka mengajukan mosi tidak percaya untuk menggulingkan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa dan kabinetnya karena gagal dalam tugas konstitusional untuk menyelamatkan ekonomi negara.

Kelompok dari partai United People's Force, yang dipimpin oleh Sajith Premadasa, menyampaikan mosi yang menuntut pemungutan suara parlemen karena sudah tidak percaya kepada pemerintah. Usulan mosi itu diajukan kepada Ketua Parlemen, Mahinda Yapa Abeywardena.

Mosi tersebut diajukan di tengah aksi protes di seluruh negeri yang menuntut pengunduran diri Rajapaksa dan adiknya, Presiden Gotabaya Rajapaksa. Mereka dianggap bertanggung jawab atas krisis ekonomi oleh para demonstran.

Suara mayoritas di Parlemen yang beranggotakan 225 orang dibutuhkan untuk menyingkirkan Rajapaksa dan kabinet dari kekuasaan. United People's Force hanya dapat mengandalkan 54 suara, tetapi berharap bisa meraup dukungan suara dari partai-partai oposisi yang lebih kecil dan pembelotan dari partai Front Rakyat Sri Lanka yang berkuasa. Partai yang berkuasa memiliki hampir 150 suara, tetapi kekuatan itu telah menurun di tengah krisis ekonomi dan pembelotan sehingga mosi tidak percaya dimungkinkan.

Mosi tidak percaya digelar setelah anggota Parlemen memulai pertemuan pada hari ini seperti dikutip ChannelNewsAsia, Rabu (4/5).
United People's Force juga menyampaikan mosi tidak percaya itu menargetkan presiden. Akan tetapi hal itu tidak akan memaksanya untuk meninggalkan kantor sekalipun mayoritas anggota parlemen memilih menentangnya.

Sri Lanka berada di ambang kebangkrutan setelah pengumuman negara tersebut baru-baru ini untuk menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya. Negara ini menghadapi pembayaran kembali pinjaman luar negeri sebesar US$7 miliar tahun ini dari US$25 miliar yang dijadwalkan akan dibayarkan pada tahun 2026. Sedangkan cadangan devisa negara itu kurang dari US$1 miliar.

Krisis mata uang asing telah membatasi impor dan menyebabkan kelangkaan yang parah atas barang-barang penting seperti bahan bakar, gas untuk memasak, obat-obatan, dan makanan. Banyak orang berdiri dalam antrean panjang selama berjam-jam untuk membeli kebutuhan mereka.

Gerakan United People's Force juga menuduh pejabat tinggi pemerintah mencetak uang secara berlebihan sehingga merugikan produksi pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : ChannelNewsAsia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper