Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Galau Ibu Kota Negara Pindah ke Kaltim

DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang lewat rapat paripurna pada pekan ini.
Emil Salim/Antara
Emil Salim/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang lewat rapat paripurna pada Selasa (18/1/2022).

Proses pengesahan undang-undang itu berjalan supercepat dibandingkan dengan sejumlah produk legislasi lainnya. Bayangkan, Panitia Khusus (Pansus) pembahasan RUU IKN itu baru ditetapkan pada 7 Desember dan tanggal 18 Januari sudah kelar.

Karena itulah tidak heran kalau tidak sedikit kalangan mengkritik keras pembahasan rancangan aturan yang cenderung serampangan tersebut.

Sementara, beberapa RUU lain seperti RUU Perlindungan Data Pribadi hingga RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memakan waktu lebih dari setahun, meski RUU tersebut telah lama menjadi desakan publik.

Sebagian kalangan pun tercengang kapan produk legislasi itu disosialisasikan meskipun pansus mengeklaim telah melakukannya terutama ke kampus-kampus terkemuka.

Dalam konteks itulah sesungguhnya ada pertanyaan soal motivasi perpindahan Ibu Kota, apakah untuk sebuah solusi atas persoalan yang terjadi, atau lebih pada memenuhi ambisi pemerintah dan DPR terhadap Ibu Kota negara baru.

Terlepas dari kecepatan undang-undang itu berproses, agaknya cukup menarik menyimak kegalauan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Profesor Emil Salim yang mengkritik keinginan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Kritikan itu disampaikan Emil saat memenuhi undangan silaturahmi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD secara virtual beberapa hari setelah perayaan kemerdekaan Indonesia tahun lalu.

"Saya berempati dengan Menteri Keuangan yang pusing kepala, tetapi banyak dari teman-teman kita di departemen (kementerian) kurang paham bahwa pengeluaran menjadi terbatas, sehingga berbagai pengeluaran seperti pembelian senjata, Ibu Kota negara dan lainnya berjalan seolah-olah anggaran tersedia banyak, padahal tidak," kata Emil seperti dikutip dari siaran pers Kemenko Polhukam, Rabu (19/1/2022).

Apa yang menjadi concern dari ahli lingkungan yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup era Orde Baru itu, adalah persoalan pengelolaan keuangan negara yang terbatas.

 Apalagi, pada kesempatan itu Emil menjelaskan posisi Indonesia yang masih terbelenggu pandemi Covid-19 sehingga membutuhkan banyak anggaran negara.

Kini, enam bulan sejak pernyataan Emil tersebut, pesoalan pandemi Covid-19 bukan surut, malah ada varian baru Omicron yang masih menghadang. Artinya, anggaran negara masih akan banyak keluar untuk menghadapi masalah kesehatan tersebut.

Menurut data terakhir dari RUU IKN, dari total biaya Rp 466,98 triliun untuk pembangunan Ibu Kota baru, sebanyak 53,5 persen di antaranya berasal dari APBN.

Sisanya, 46,5 persen dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha serta BUMN. Padahal, sebelumnya pemerintah dengan percaya diri sempat menyatakan pemindahan Ibu Kota tidak akan menggunakan APBN.

Karena itu, menurut Emil semua unsur pemerintah harus fokus di persoalan pandemi, bukan yang lain termasuk pemindahan Ibu Kota. Artinya, Covid-19 menimbulkan dampak ekonomi dan bencana itu belum selesai hingga hari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman Selanjutnya
Pemerataan Pembangunan
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper