Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kaleidoskop Politik 2021: Kekuatan Partai Oposisi Hilang dan Judicial Review UU Pemilu

Peta politik nasional selama tahun 2021 tidak banyak berubah, karena sebagian besar merupakan kelanjutan dari peristiwa politik tahun 2020 dengan segala dampaknya.
Anggota KPPS menunjukkan surat suara kepada pemilih saat simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan desain surat suara dan formulir yang disederhanakan dalam persiapan penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 di Kantor KPU Provinsi Bali, Denpasar, Bali, Kamis (2/12/2021). Simulasi yang digelar oleh KPU Republik Indonesia tersebut diikuti 100 orang dengan menampilkan dua model desain surat suara untuk survei serta memperoleh saran terkait desain surat suara dan formulir Pemilu 2024 guna memudahkan p
Anggota KPPS menunjukkan surat suara kepada pemilih saat simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan desain surat suara dan formulir yang disederhanakan dalam persiapan penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 di Kantor KPU Provinsi Bali, Denpasar, Bali, Kamis (2/12/2021). Simulasi yang digelar oleh KPU Republik Indonesia tersebut diikuti 100 orang dengan menampilkan dua model desain surat suara untuk survei serta memperoleh saran terkait desain surat suara dan formulir Pemilu 2024 guna memudahkan p

Bisnis.com, JAKARTA - Peta politik nasional selama tahun 2021 tidak banyak berubah, karena sebagian besar merupakan kelanjutan dari peristiwa politik tahun 2020 dengan segala dampaknya.

Beda dari tahun sebelumnya, pada tahun 2021 perpolitikan di negeri ini berdiri pada landscape yang hanya dimainkan oleh dua kubu, yaitu pemerintah versus rakyat. Alasannya karena sudah tidak ada lagi kekuatan “partai oposisi” kalau tidak mau disebut hilang, setelah Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung ke pemerintah pada akhir Agustus 2021.

Tidak hanya itu, tahun 2021 juga ditandai dengan dimulainya “pemanasan mesin politik” menjelang tahun 2022. Sejumlah nama mulai disebut-sebut sebagai bakal calon presiden. Maklum, tahun 2022 disebut sebagai tahun politik karena pentahapan pemilu akan dimulai pada Februari tahun 2022.

Peristiwa politik lainnya ditandai dengan kian banyaknya muncul parpol baru yang bertujuan untuk dapat jadi peserta Pemiu 2024.

Demikian juga dengan mengentalnya dukungan pada figur-figur bakal calon presiden 2024 dengan aneka hasil survep yang turut mewarnai dinamika politik selama 2021.

Hanya saja, persoalan ambang batas calon presiden (presidential threshold), dan munculnya wacana calon presiden perseorangan (independen) terus mengemuka.

Bahkan, perdebatan itu turut melibatkan institusi seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sejumlah anggotanya sudah mengajukan judicial review atas UU Pemilu yang mengatur bahwa calon presiden hanya diajukan oleh parpol maupun gabungan parpol yang ada di DPR. Perdebatan itu berujung pada usulan amendemen terbatas atas Undang-Undang Dasar 1945 yang memicu kontroversi.

Kekuatan Partai Oposisi Hilang

PAN resmi bergabung ke partai politik (parpol) koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Hal itu dikonfirmasi Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN pada Selasa, 31 Agustus lalu.

Keputusan bergabung koalisi itu diambil dalam rakernas yang digelar di Rumah PAN Jakarta Selatan sebelumnya.

"Rakernas menyetujui PAN berada di posisi partai koalisi pemerintah dalam rangka perjuangan politik untuk membawa kebaikan dan memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara," kata Viva Yoga saat dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu.

Juru Bicara DPP PAN itu mengklaim, semua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) PAN memiliki satu suara untuk menyetujui bergabungnya partai berlambang matahari terbit tersebut ke dalam koalisi pemerintah.

DPD Dorong Revisi UU Pemilu Kembali Masuk Prolegnas

Dengan demikian, hampir semua atau tujuh dari sembilan partai politik yang punya kursi di parlemen sudah bergabung sebagai partai pendukung pemerintah dengan kekuatan nyaris sempurna 82 persen kursi di DPR. Parpol yang tersisa hanya PKS dan Demokrat.

Tapi, kekuatan mereka jelas tidak sepadan, karena tidak akan sanggup melawan kubu pemerintah. Kedua parpol itu hanya memiliki 18 persen kursi, bila digabung. Bahkan, untuk mencalonkan presiden saja kedua parpol itu tidak bisa, dengan catatan parpol pendukung pemerintah solid melakukan blocking suara.

Pasalnya, kursi kedua parpol di DPR, kalaupun berkoalisi, masih kurang dari 20 persen sebagai syarat minimal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT). Mereka pun jelas tidak punya jumlah suara secara nasional sampai 25 persen sebagai syarat lainnya untuk pencapresan. 

Kita membutuhkan pemerintahan yang kuat. Namun, pada saat yang sama kita juga membutuhkan oposisi yang tangguh. Karena minimnya kekuatan oposisi di parlemen, maka rakyat akan menjadi oposisi dengan caranya sendiri, terutama kalau ada kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat.

Kaleidoskop Politik 2021: Kekuatan Partai Oposisi Hilang dan Judicial Review UU Pemilu

Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan pemilih mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan desain surat suara dan formulir yang disederhanakan di Kantor KPU Provinsi Sumatra Utara, Medan, Rabu (15/12/2021). Simulasi dilakukan dengan dua desain untuk memperoleh saran terkait desain surat suara dan formulir Pemilu 2024 guna meringankan beban kerja petugas penyelenggara serta mengurangi potensi suara tidak sah. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo/rwa.

Calon Presiden dan Oligarki Parpol

Bergabungnya mantan pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke pemerintah dengan menjadi menteri membuat dinamika politik selama tahun 2021 semakin menarik. 

Bukan tidak mungkin para capres nantinya semuanya berasal dari para menteri kabinet atau parpol pendukung pemerintah dengan catatan ketujuh parpol pendukung pemerintah melakukan blocking vote. Artinya, para ketua umum parpol bisa saja kompak mengatur “permainan capres” dengan kekuatan oligarkinya.

Namanya juga politik. Bisa saja mereka tidak memberi kesempatan kepada PKS dan Demokrat untuk mengajukan capres, karena telah menguasai 82 persen kursi di DPR yang memungkinkan mengajukan dua atau tiga pasang calon presiden.

Namun demikian, survei-survei politik kandidat capres 2024 terus bermunculan. Pada periode awal Agustus sampai tiga pekan berikutnya setidaknya ada tiga survei politik terkait Pilpres 2024. Lembaga-lembaga survei itu adalah Charta Politika, New Indonesia Research & Consulting, dan Indonesia Political Opinion (IPO).

Ambang Batas Parleman, Wakil Ketua DPR: Tidak Ada Revisi UU Pemilu 

Hasil survei ketiga lembaga tersebut terkait kandidat capres Pilpres 2024 secara konsisten memunculkan sejumlah nama yang sama di enam besarnya.

Nama-nama yang kerap muncul di enam besar hasil survei antara lain Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Prabowo Subianto (Menhan), Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Tengah), Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), dan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY (Ketua Umum Partai Demokrat).

Secara garis besar, mereka berasal dari tiga klaster besar, masing-masing menteri kabinet, kepala daerah, dan ketua umum partai politik.

Namun, nama-nama lain ikut mencuat seperti Erick Thohir (Menteri BUMN), Tri Rismaharini (Mensos), Airlangga Hartarto (Ketua Umum Golkar), dan Puan Maharani (Ketua DPR). Survei selama Agustus ini pun diselingi fenomena sejumlah elite politik yang secara ekspansif dan masif memasang baliho wajahnya di berbagai wilayah di Tanah Air.

Parpol Baru Bermunculan

Hilangnya kekuatan partai oposisi bisa jadi menjadi motivasi bagi muculnya parpol baru selama 2021 yang siap mengambil peran pada Pemilu 2024.

Organisasi Masyarakat Tikus Pithi Hanata Baris, misalnya, mendeklarasikan Partai Kedaulatan Rakyat (PKR) di Solo pada Kamis, 28 Oktober 2021.

Ketua Umum PKR Tuntas Subagyo mengatakan, pembentukan partai politik ini adalah upaya memuluskan langkah di dunia perpolitikan. Saat ini, kata dia, kader PKR telah terbentuk di 19 provinsi di Indonesia.

"Kami targetkan akhir tahun ini seluruh kader PKR terbentuk di 34 provinsi di Indonesia. Kota Solo dipilih untuk deklarasi, karena di Solo merupakan titik mulai kebangkitan Tikus Pithi," ujar dia, Kamis, 28 Oktober 2021.

MPR Jawab Tudingan Amendemen UUD 1945 Perpanjang Jabatan Jokowi 3 Periode

Deklarasi PKR itu menambah panjang daftar nama parpol baru di Tanah Air. Sedangkan, Partai Ummat dideklarasikan oleh bekas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Amien Rais, pada pada Kamis, 29 April 2021, di Yogyakarta. Dalam deklarasi itu, 99 orang pendiri Partai Ummat dari 34 provinsi hadir.

Amien mengatakan, Partai Ummat akan bekerja, berjuang, dan berkorban apa saja untuk melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Kepengurusan Partai terdiri dari dua bagian yaitu Majelis Syuro dan Dewan Eksekutif. Majelis Syuro menunjuk Dewan Eksekutif atau pelaksana partai untuk menjalankan kebijakan partai.

Adapun, deklarasi Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) digelar pada 1 Juni 2021 di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan.

"Prima adalah partainya rakyat biasa, lahir di tengah pusaran arus kehidupan bangsa yang keras," kata Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Prima dalam acara deklarasi partai.

Selain Agus, Sekretaris Jenderal PRD 2015-2020 Dominggus Oktavianus juga menjadi Sekjen Prima. Ada pula Diena Mondong, Bendahara Umum Prima yang satu kepengurusan dengan Agus dan Dominggus di PRD sebagai wakil bendahara umum.

Tak ketinggalan, sejumlah organisasi serikat buruh menggelar deklarasi dan kongres Partai Buruh pada 4-5 Oktober 2021 di Jakarta. Dari kegiatan tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal terpilih menjadi Presiden Partai Buruh.

Partai Buruh pertama kali didirikan oleh aktivis buruh Muchtar Pakpahan pada 2003. Pembicaraan untuk menghidupkan kembali partai ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama dan ingin kembali muncul untuk mengikuti Pemilu 2019 yang lalu.

Partai Kebangkitan Nusantara juga muncul pada tahun ini yang dimotori oleh mantan politisi Partai Hanura Gede Pasek Suardika yang juga pernah berkiprah di Partai Demokrat. Terakhir, Pasek merupakan Sekjen Partai Hanura yang dipimpin oleh Oesman Sapta Odang.

Dia mengaku tidak bisa mengaktualisasikan gagasannya pada partainya yang lama, sehingga termotivasi untuk membentuk partai baru pada awal November lalu.

Pasek tidak menampik kalau kehadiran PKN lebih diterima oleh para politisi yang pernah bergabung di Partai Demokkrat tempat Pasek juga pernah berkiprah.

Kaleidoskop Politik 2021: Kekuatan Partai Oposisi Hilang dan Judicial Review UU Pemilu

Sejumlah relawan membacakan deklarasi dukungan calon presiden di Taman Pancasila, Tegal, Jawa Tengah, Rabu (10/11/2021). Deklarasi Relawan Garda Bhineka (RGB) tersebut guna mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/aww.

Presidential Threshold

Isu presidential threshold (PT) seperti menjadi isu abadi dalam perpolitikan nasional. Isu tersebut turut mewarnai perjalanan tahun 2021.

Setelah menemukan kesulitan dalam mengupayakan amendemen terbatas atas UUD1945, dua anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bustami Zainuddin dan Fachrul Razi mengajukan judicial review atas ambang batas elektoral pencalonan presiden dalam UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat. 10 Desember 2021.

 Keduanya didampingi pengacara Refly Harun, ingin ambang batas jadi nol persen sebagaimana yang diinginkan sejumlah pengamat politik.

"UU Pemilu ini penting, karena turunannya menjadi rujukan pada UU Pilkada, karena kalau PT 20 persen ini bisa kita nol-kan, mau tidak mau untuk memilih pimpinan daerah seperti gubernur, wali kota kita berharap akan menjadi rujukan yang sama nol persen ini," ujar Bustami yang merupakan senator asal Lampung.

Dia berharap jika gugatan dikabulkan, maka hal itu akan menjadi pintu bagi anak bangsa terutama para pemimpin di daerah yang memiliki potensi untuk berkiprah di tingkat nasional, karena mereka juga punya kesempatan sama.

Hanya saja, tentu perjuangan para anggota DPD itu tudak mudah, mengingat sebelumnya gugatan yang sama pernah diajukan sejumlah individu dan lembaga swadaya masyarakat ke MK. 

Apalagi, wacana atas perubahan UU Pemilu itu selama ini mendapat penolakan dari sejumlah partai besar yang ada di DPR, termasuk PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu 2019.

Dalam konteks itulah tampaknya masih sulit untuk berharap bahwa keinginan untuk memunculkan calon presiden perseorangan akan terwujud. Begitu juga dengan partai-partai kecil yang tidak masuk ke parlemen atau meraih suara di bawah empat persen secara nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper