Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peta Politik 2022: Tiga Simpul Penentu Koalisi

Anies, Ganjar dan Prabowo adalah simpul penentu masa depan koalisi. Manuver politik tiga tokoh politik tersebut akan menentukan apakah koalisi tetap utuh atau bakal runtuh.
Presiden Jokowi dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat mencoba KRL Jogja-Solo./Istimewa
Presiden Jokowi dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat mencoba KRL Jogja-Solo./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Dinamika politik menjelang tahun 2022 semakin ramai. Hiruk pikuk dukung mendukung tokoh politik untuk maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mulai muncul. 

Di sisi lain, sejumlah lembaga survei juga mulai rajin memaparkan hasil survei elektabilitas tokoh politik yang dianggap cocok sebagai pengganti Joko Wiidodo (Jokowi).

Sejauh ini nama-nama yang muncul adalah sosok lawas. Sebut saja Prabowo Subianto. Tokoh militer dan Ketua Umum Partai Gerindra yang selalu bertarung dalam Pilpres dalam satu dasawarsa terakhir, selalu nongol di peringkat atas hasil survei. 

Menariknya lawan potensial Prabowo datang dari kalangan yang lebih muda yakni Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Kedua tokoh yang disebutkan belakangan ini saat ini menjabat sebagai Gubernur di dua provinsi yang memiliki signifikansi secara politik. 

Ganjar adalah Gubernur Jawa Tengah (Jateng). Dia tercatat sebagai kader PDI Perjuangan. Jateng sendiri merupakan salah satu simpul politik nasional dan sudah lama dikenal sebagai kandang banteng sebutan lazim untuk basis pemilih PDIP. 

Sementara Anies, posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta tentu memiliki keuntungan tersendiri. DKI Jakarta menyediakan panggung bagi semua orang yang menjabat sebagai Gubernur. Hal ini menjadi nilai plus bagi Anies untuk semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Hanya saja, logika politik Indonesia sulit ditebak dan tak bisa diukur menggunakan statistik seperti yang dilakukan oleh lembaga survei. Apalagi aturan yang berlaku masih memberikan kewenangan yang cukup besar kepada partai politik untuk menentukan siapa saja yang berhak maju Pilpres.

Artinya sebesar apapun elektabilitas yang dimiliki oleh Ganjar dan Anies tak akan mampu mengantarkan mereka menjadi capres atau presiden, kecuali ada kondisi force majeure seperti saat PDIP menunjuk Joko Widodo sebagai kandidat presiden.

Persoalannya, seberapa besar peluang para tokoh politik tersebut maju sebagai capres? Akankah nasib Ganjar dan Anies akan mujur seperti Jokowi pada tahun 2014? Atau jangan-jangan mereka akan tersisih dan digantikan oleh elit-elit partai yang 'minim' elektabilitas?

Peta Politik 

Konstelasi politik selama tahun 2021 sebenarnya sudah bisa digunakan untuk membaca kemana arah politik pada tahun depan. Yang jelas, kondisi politik Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang tidak seimbang.

Sebagian besar kursi parlemen saat ini berada di tangan partai pendukung pemerintah. Totalnya lebih dari 80 persen. Sementara kekuatan oposisi jelas semakin kerdil. Selain hanya membuat kegaduhan, oposisi atau koalisi non pemerintah terlihat seperti pelengkap. 

Sangat jarang tokoh-tokoh non koalisi atau oposisi, dalam pandangan demokrasi parlementer, melancarkan kritik yang sangat substansial. Mereka cenderung bermain aman. Kritik hanya ala kadarnya. Itupun sebenarnya lebih mirip imbauan. 

Peta politik di DPR yang sebagian besar pro eksekutif tentu bukan kabar baik. Sebab, hal itu menghambat proses demokratisasi yang sedang berjalan. DPR atau parlemen sebagai bagian dari kekuasaan legislatif hanya sebatas tukang teken dan stempel kebijakan pemerintah.

Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartarto
Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartarto

(Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Ketua Umum Golkar Airlangga Harharto dalam sebuah pertemuan di Jawa Tengah/Istimewa).

Padahal dengan konstelasi politik yang semakin dinamis, peran DPR sebagai 'oposisi' eksekutif sangat sentral. Isu-isu seperti amandemen konstitusi, revisi ambang batas presiden (presidential threshold) atau isu pemilihan umum (Pemilu) dan pilpres, bisa jadi tidak melalui perdebatan yang substantif.

Besar kemungkinan semua arah amandemen konstitusi dan dinamika peraturan politik di DPR menguntungkan penguasa saat ini. Tentu kondisi ini dengan catatan, tidak ada perubahan komposisi dalam koalisi pendukung pemerintah.

Tetapi jika ada perpecahan tentu jalan ceritanya akan lain. Sebab, jika melihat dinamika politik yang muncul belakangan, potensi koalisi pendukung pemerintah tercerai-berai sebelum 2024 sangat terbuka lebar. 

Partai Nasional Demokrat atau NasDem, misalnya, telah lebih dulu melakukan manuver politik. Manuver dimulai ketika Ketua Umum NasDem Surya Paloh menggelar pertemuan dengan Anies Baswedan. Anies adalah simbol oposisi yang muncul saat ini.

Meski keduanya waktu itu membantah bahwa pertemuan tersebut terkait dengan capres pencapresan, namun jika melihat kemesraan Anies dengan NasDem saat ini, bisa jadi berujung ke pinangan untuk maju Pilpres 2024. 

Sekadar contoh, sebelum kemesraan dengan Anies terjalin, NasDem sering mengkritisi kebijakan Gubernur DKI tersebut.

Namun usai pertemuan antara Surya Paloh dan Anies Baswedan, arah politik NasDem berubah. Partai yang baru genap berumur 10 tahun dan dibesarkan oleh pemerintahan Jokowi itu, menjadi pembela Anies. Mereka ikut menolak interpelasi Formula E.

Selain NasDem, partai-partai lain seperti Golkar, Gerindra, PKB bahkan PDIP sebagai pemimpin koalisi bisa saja mengambil langkah sendiri. Pasalnya, keempat partai penguasa tersebut telah memiliki calonnya masing-masing.

Partai Gerindra misalnya, kendati belum ada pengumuman resmi, sudah dipastikan akan mengusung Prabowo Subianto sebagai capres di Pilpres 2024. Partai Golkar juga demikian. Mereka mengajukan nama Airlangga Hartarto sebagai capres, meskipun dalam beberapa survei elektabilitasnya hanya 0,5 persen.

Langkah Golkar itu agak mirip dengan PKB yang mulai menyodorkan nama Muhaimin Iskandar sebagai capres. Muhaimin bahkan sejak beberapa waktu lalu telah melakukan re-branding dengan mengubah sapaan akrabnya dari Cak Imin menjadi Gus Aim.

Sementara PDIP masih menyisakan bara di dalam sekam. Mayoritas elit di PDIP menginginkan trah Sukarno maju lagi dalam kontestasi politik 2024. Puan Maharani, anak dari Megawati Soekarnoputri dan cucu Sukarno, konon menjadi pilihan.

Namun tak semua kader PDIP setuju dengan rencana Puan maju sebagai calon presiden. Kader-kader PDIP di akar rumput melawan rencana itu. Mereka mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres. Calon yang lebih populer dan punya elektabilitas selangit.

Nasib Partai Menengah

Partai-partai penguasa parlemen sedang sibuk menyiapkan calon presiden mereka masing-masing. Sedangkan partai oposisi yang suaranya kurang dari 20 persen kursi DPR kini sedang berupaya untuk mengubah ambang batas presiden atau presidential threshold.

Salah satu partai yang ngotot untuk mengubah PT adalah Partai Demokrat. Maklum, dengan 54 kursi di DPR, Demokrat sangat mustahil untuk mengusung capres sendiri. Sementara, sosok yang dijual Demokrat yakni Agus Harimurti Yudhoyono elektabilitasnya masih jauh di bawah Ganjar dan Anies atau hanya 8,6 persen.

Dengan kondisi tersebut, bagi Demokrat memang tidak ada jalan lain selain mendorong amandemen UU Pemilu, khususnya terkait ambang batas capres. Harapannya dengan ambang batas yang turun dari 20 persen, makin banyak calon presiden yang bisa dipilih oleh rakyat.

Presidential threshold ini di luar nalar akal sehat yang bisa diterima. Penghilangan batasan itu akan memperbanyak alternatif pilihan calon presiden termasuk dari kalangan anak muda,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan.

agus harimurti yudhoyono
agus harimurti yudhoyono

(Agus Harimurti Yudhoyono, putra mahkota Cikeas yang menjadi salah satu penerus kepemimpinan klan Susilo Bambang Yudhoyono/tangkapan layar @ahy)

Syarief kemudian menegaskan generasi muda harus diberi kesempatan lebih banyak untuk menjadi pemimpin dengan syarat punya kapasitas yang mumpuni. Dia menyebut cukup banyak kalangan generasi muda yang tidak saja punya kapasitas tapi juga punya pengalaman untuk jadi calon pemimpin nasional.

Pernyataan Syarief soal generasi muda mungkin merujuk ke sosok AHY putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dipersiapkan sebagai sosok penerus kepemimpinan nasional. Ini dengan catatan ada partai lain yang tertarik berkoalisi dengan Partai Demokrat untuk mengusung AHY sebagai presiden.

Sementara jika melihat konstelasi politik yang ada saat ini, nama AHY masih kalah tenar dibandingkan Anies Baswedan atau Ganjar Pranowo. Seperti yang telah dibahas di atas kedua tokoh tersebut telah banyak 'dilamar' oleh elit-elit partai yang memiliki suara lebih banyak.

Harapan mungkin ke PKS, salah satu partai yang dengan tegas mendeklarasikan sebagai partai oposisi. Namun jika melihat pergerakan elit politik PKS belakangan, mereka cenderung dekat dengan Anies Baswedan ketimbang dengan AHY. PKS juga sedang mengampanyekan untuk mengusung capres sendiri. 

Opsi lain adalah menampung sisa-sisa percaturan partai dan tokoh dengan elektabilitas yang tinggi. Bisa jadi PKS, Nasdem dan Demokrat membentuk koalisi dengan mengusung pasangan Anies-AHY atau sebaliknya sebagai capres dan cawapres. 

Jika hal itu terjadi, maka konstelasi politik makin seru untuk disimak. Demokrasi kembali semarak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper