Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Energi Singapura: Lonjakan Biaya Listrik Global Meruntuhkan Pasar

Dampak dari krisis listrik adalah pengecer listrik membeli dalam jumlah besar dari pasar grosir dan bersaing untuk menjual listrik kepada konsumen.
Petugas mengecek instalasi di PLTP Kamojang, Garut, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021). Pertamina menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 diantaranya melalui pemanfaatan energi rendah karbon dan efisiensi energi sebagai komitmen perseroan terhadap implementasi Environmental, Social and Governance (ESG). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Petugas mengecek instalasi di PLTP Kamojang, Garut, Jawa Barat, Rabu (8/9/2021). Pertamina menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 diantaranya melalui pemanfaatan energi rendah karbon dan efisiensi energi sebagai komitmen perseroan terhadap implementasi Environmental, Social and Governance (ESG). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, JAKARTA – Krisis energi global telah mengakibatkan harga gas alam mencapai rekor tertinggi dan menyebabkan kekurangan Listrik di banyak bagian dunia, kini meluas ke Singapura yang bergantung pada gas untuk pembangkit Listrik

Tiga penyedia energi di Singapura keluar dari pasar, dan menurut sumber perusahaan setidaknya dua lainnya telah berhenti menerima klien baru di tengah meroketnya harga energi grosir yang tidak dapat diteruskan pengecer kepada pelanggan.

Regulator energi Singapura, Energy Market Authority (EMA) mengatakan pada hari Sabtu (16/10/2021) bahwa pihaknya bekerja sama dengan pengecer yang menghadapi tantangan dari harga listrik yang bergejolak naik ke rekor tertinggi bulan ini, dan mengatakan tidak akan ada gangguan pada pasokan listrik pelanggan mereka.

Grosir vs Eceran

Singapura adalah salah satu dari sedikit negara di Asia dengan pasar ritel listrik yang sepenuhnya diliberalisasi. 

Perusahaan pembangkit listrik di Singapura menjual listrik Singapore Wholesale Electricity Market (SWEM) setiap setengah jam, dengan harga yang ditentukan oleh penawaran dan permintaan pada saat itu. 

Pengecer listrik membeli listrik dalam jumlah besar dari pasar grosir dan bersaing untuk menjual listrik kepada konsumen.

Selama dua minggu terakhir, harga grosir mengalami volatilitas harga yang lebih tinggi, karena kenaikan harga gas alam cair (LNG) global, permintaan listrik yang lebih tinggi dari biasanya di Singapura dan pasokan gas alam pipa yang lebih rendah dari Indonesia, kata EMA. 

Hal itu mengakibatkan pengecer yang tidak memiliki aset pembangkit listrik mereka sendiri dan telah mengunci kontrak dengan pelanggan dengan harga tetap, di bawah tekanan yang luar biasa, meskipun pengecer tanpa aset pembangkitan tersebut membuat kurang dari 5 persen di ruang ritel.

"Itu berarti biaya pengadaan listrik dari pasar berada di kisaran ribuan dolar, sedangkan kontrak ritel dengan pelanggan berada di kisaran 170 hingga 200 dolar, mereka berada di zona merah untuk setiap unit listrik yang terjual," kata associate director tenaga dan energi terbarukan di IHS Markit, Joo Yeow Lee.

Dia juga menambahkan, perkiraan besarnya kerugian selama 2 minggu terakhir berada di kisaran rendah hingga menengah dua digit juta dolar. 

Melansir dari Economic Times, dari total 22 pengecer listrik berlisensi di Singapura, 12 menyediakan listrik untuk konsumen perumahan dan sisanya hanya untuk bisnis.

Jangka Panjang vs Pendek 

Kontrak jangka panjang Singapura untuk impor gas pipa dan LNG terkait dengan harga bahan bakar minyak dan minyak mentah, yang pada saat tertinggi dalam beberapa tahun tidak naik sebanyak harga LNG spot. 

Meski begitu, kenaikan harga bahan bakar yang stabil selama setahun terakhir ini berdampak pada semua bisnis dan konsumen di Singapura. David Broadstock, rekan peneliti senior dan pemimpin ekonom energi di Institut Studi Energi.

Universitas Nasional Singapura mengatakan harga pasar berjangka grosir yang tinggi berarti bahwa pengecer yang belum melakukan lindung nilai kebutuhan listrik mereka sekarang tidak dapat melakukannya tanpa berkomitmen pada jalur masa depan (yang diharapkan) mungkin tidak ada peluang bisnis yang layak.

Untuk konsumen listrik ritel di Singapura, harga yang lebih tinggi dan persaingan yang lebih sedikit tampaknya mungkin terjadi.

"Dalam hal pilihan ritel untuk pelanggan, itu akan sangat berkurang, karena lebih banyak pengecer listrik keluar dari pasar, kata Lee di IHS. 

Dia menambahkan, harga retail di Singapura sedang naik, hal ini bisa dilihat dari penawaran dari retailer saat ini. Tarif diskon sudah turun dari 20+% menjadi kurang dari 10 persen, dan tarif fixed price sudah naik dari 17 sen/kWh menjadi 25 sen/kWh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper