Bisnis.com, JAKARTA - Tidak ada isu politik regional yang banyak menjadi sorotan media massa selain isu hubungan China dengan Taiwan setelah Amerika Serikat (AS) hengkang dari Afghanistan menyusul kemenangan Taliban yang kembali menguasai negara tersebut pada akhir Agustus lalu.
Isu itu menjadi sorotan, karena menyangkut aspek perdagangan lintas kawasan, selain soal keamamnan dan politik regional. Apalagi, salah satu tantangan keamanan nasional terbesar yang mengancam AS setelah 20 tahun berada di Afghanistan bukan lagi keberadaan kelompok milisi bersenjata seperti Taliban maupun kelompok jihadis Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Kini, potensi perang antara China dengan Taiwan yang dipandang sebagai provinsi pemberontak oleh Xi Jin Ping itu menjadi tantangan keamanan tersendiri bagi AS di bawah Presiden Joe Biden.
Setelah “mengalah” dari Taliban di Afghanistan, AS tampaknya memandang penting untuk memberi dukungan yang lebih kuat atas kemerdekaan Taiwan dari yang diberikan sebelumnya.
Pasalnya, kegagalan AS untuk menjaga komitmen atas Taiwan akan menghancurkan reputasi negara Paman Sam itu sebagai negara pelindung yang dapat diandalkan terutama di kawasan Asia.
Berbagai kritikan pun muncul atas sikap AS. Apalagi, kalau pada gilirannya, negara-negara di seluruh dunia akan menjadi lebih terbuka untuk mengakomodasi kepentingan China daripada AS sendiri.