Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak Positif dan Negatif Nikah Siri Ditulis di Kartu Keluarga

Penulisan status perkawinan dengan sebutan “nikah belum tercatat” atau nikah siri di kartu keluarga memberi dampak yang tidak sederhana.
Ilustrasi nikah siri/Istimewa
Ilustrasi nikah siri/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pernikahan siri dapat ditulis di kartu keluarga (KK) menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Ini dipicu dari keberadaan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 9/2016 dan diperbarui oleh Permendagri 108/2019 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilkan Akta Kelahiran.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullh Jakarta Tholabi Kharlie mengatakan, bahwa regulasi tersebut secara substansial dapat menangkap spirit perlindungan terhadap hak-hak warga negara, khususnya bagi anak yang lahir dari pasangan nikah siri.

“Hanya, semangat untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak warga negara ini justru berpotensi menabrak norma dan keberadaan lembaga lainnya. Di sini letak krusialnya,” katanya melalui pesan instan, Senin (11/10/2021).

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menjelaskan, bahwa penulisan status perkawinan dengan sebutan “nikah belum tercatat” atau “kawin belum tercatat” di KK memberi dampak yang tidak sederhana.

Permendagri 9/2016 akan menyuburkan praktik nikah siri di tengah-tengah masyarakat. Padahal, prinsip dasar perkawinan adalah asas pencatatan sebagaimana tertuang UU 1/1974 yakni tiap-tiap perkawinan dicatat menurut undang-undang.

Di poin ini, tambah Tholabi, penulisan "kawin belum tercatat" dalam kartu keluarga pelaku nikah siri menjadi kontraproduktif. Hal lainnya adalah ini dapat merepotkan bagi mereka pelaku nikah siri saat melakukan pencatatan perkawinan melalui Kantor Urusan Agama (KUA).

“Karena dalam adminsitrasi yang dikenal adalah kawin, tidak kawin, cerai hidup dan cerai mati. Tidak ada nomenklatur nikah belum tercatat. Ini akan merepotkan pelaku nikah siri dan juga petugas KUA,” jelasnya.

Sedangkan, dari aspek perlindungan terhadap perempuan, keberadaan nomenkaltur nikah belum tercatat justru akan berdampak ketidakpastian hukum terhadap perempuan.

Tholabi mencontohkan, saat suami melakukan tindakan kekerasan terhadap istri, potensial tidak bisa dijerat UU No 24 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dia hanya bisa dijerat tindak pidana umum.

Untuk menghindari ini, pemerintah perlu melakukan koordinasi antarkementerian/lembaga agar substansi yang dikehendaki dari keberadaan Permendagri 9/2016 dapat diwadahi dengan cara yang tepat.

“Spirit baik yang terdapat dalam Permendagri 9/2016 ini mestinya dapat diharmonikan dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk dengan lembaga dan stakeholders yang terkait dengan aturan ini. Jangan sampai spirit baik justru menabrak aturan lainnya dan menjadikan disharmoni antarlembaga,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper